Benteng Kuto Besak
Benteng ini dibangun selama 17 tahun (1780-1797). Sebagaimana umumnya bangunan benteng pada masa lalu, benteng yang kemudian dikenal dengan nama Benteng Kuto Besak (BKB) ini dibangun di atas “pulau”. Lahan tempatnya berdiri dikelilingi sungai. Yaitu,Sungai Kapuran (kini,alirannya merupakan bagian Jl. Merdeka, setelah ditimbun Pemerintah Belanda sekitar tahun1930-an) di bagian utara ; Sungai Musi dibagian utara; Sungai Sekanak di bagian barat; dan Sungai Tengkuruk di bagian timur.
Separti halnya Sunagi Kapuran, Sungai Tengkuruk juga ditimbun Belanda pada awal 1930-an dan di jadikan sebagai jalan. Lokasi jalan, yang kemudian dikenal sebagaiJl. Tengkuruk ini(kini menjadi landasan Jembatan Ampera dan sebagian lagi menjadi Jl. Jenderal Sudirman (sebelumnya Jl. Talang Jawa), ini sempat berfungsi sebagai boulevavard. Pada masa Palembang berbentung Gementee (Kotapraja), Boulevard Tengkuruk ini dijadikan sebagi bagian dari rute pawai atau karnaval even tertentu Kerajaan Belanda, antara lain hari ulang tahun Ratu Wilhelmina.
BKB, yang mulai difungsikan secara resmi pada Senin, 23 Sya’ban 1211h (21 Februari 1797 M), ini dibangun oleh Sultan Muhammad Bahahauddin (1776-1803 M) Pembangunannya dimulai pada Ahad 15 Jumadil Awal 1193 H (1779 M0. Pembangunan benteng termasuk keraton “baru” ini merupakan kelanjutan dari gagasn Sultan Mahmud Badarudin Jayo Wikramo atau SMB I (1724-1758 M). Pendiri Masjid Agung (pada masa iti disebut sebagai Masjid Sulton) itu adalah kakek Sultan Muhammad Bahaudin.
Bangunan ini menggunakan bahan batu dan semen 9batu kapur serta bubuk tumbukan kulit kerang). Konon, sebagi bahan penguat tambahan digunakan pula putih telur dan rebusan tulang serta kulit sapi dan kerbau.
Benteng berbentuk persegi empat dengan ukuran panjang 290 meter, lebar 180 meter. Dan tinggi 6,60 meter – 7.20. Di keempat sudutnya, terdapat empat bastion (buluarti) untuk menempatkan meriam. Meriam yang terdapat di keempat sudut benteng inilah yang dipakai untuk menghalau tentara dan menghancurkan armada Belanda pada Perang Palembang I tahun 1819 (Perang Menteng) dan Perang Palembang II tahun 1819.
Sesuai dengan posisinya yang dikelilingi sungai, BKB memiliki pintu empat pintu. Yaitu pintu utama yang menghadap Sungai Musi dan yamh tiga pintu lain yang masing-masing menghadap Sungai Tengkuruk,Sungai Kapuran dan Sungai Sekanak. Pada masa Kesultanan Palembang Darussalam, didalam benteng terdapat Keraton,Keputren,Ruang Pertemuan (Pamalarek) dan rumah para elite Kesultanan.