KESULTANAN PALEMBANG DARUSSALAM
  A. Asal-Usul 
Raja  Majapahit, Prabu Brawijaya yang terakhir memiliki putera bernama Aria  Damar atau setelah memeluk Islam disebut Aria Dilah dikirim kembali ke  Palembang untuk menjadi penguasa. Di  sini ia menikah dengan saudara Demang Lebar Daun yang bernama Puteri  Sandang Biduk, dan diangkat menjadi raja (1445-1486). Pada saat Aria  Dilah memerintah Palembang, ia mendapat kiriman seorang puteri Cina yang  sedang hamil, yakni isteri ayahnya yang diamanatkan kepadanya untuk  mengasuh dan merawatnya. Sang puteri ini melahirkan seorang putera di  Pulau Seribu, yang diberi nama Raden Fatah atau bergelar Panembahan  Palembang, yang kemudian menjadi raja pertama di Demak dan menjadi  menantu Sunan Ampel.
Pada  saat Raden Fatah menjadi raja Demak I (1478-1518), ia berhasil  memperbesar kekuasaannya dan menjadikan Demak kerajaan Islam pertama di  Jawa. Akan tetapi, kerajaan Demak tidak dapat bertahan lama karena  terjadinya kemelut perang saudara dimana setelah Pangeran Trenggono  Sultan Demak III anak Raden Fatah wafat, terjadilah kekacauan dan  perebutan kekuasaan antara saudaranya dan anaknya. Saudaranya, mengakibatkan sejumlah bangsawan Demak melarikan diri kembali ke Palembang.  
Rombongan  dari Demak yang berjumlah 80 Kepala Keluarga ini diketuai oleh Pangeran  Sedo Ing Lautan (1547-1552) menetap di Palembang Lama (1 ilir) yang  saat itu Palembang dibawah pimpinan Dipati Karang Widara, keturunan  Demang Lebar Daun. Mereka mendirikan Kerajaan Palembang yang bercorak  Islam serta mendirikan Istana Kuto Gawang dan Masjid di Candi  Laras (PUSRI sekarang). Pengganti Pangeran Sedo Ing Lautan sebagai Raja  adalah anaknya, Ki Gede Ing Sura Tuo selama 22 tahun (1552-1573). Oleh  karena beliau tidak berputera, maka ia mengangkat keponakannya menjadi  penggantinya dengan bergelar pula Ki. Gede Ing Suro Mudo (1573-1590).  Setelah wafatnya ia di ganti oleh Kemas Adipati selama 12 tahun.  Kemudian digantikan oleh anaknya Den Arya lamanya 1 tahun. Selanjutnya  ia diganti oleh Pangeran Ratu Madi Ing Angsoko Jamaluddin Mangkurat I  (1596-1629) yang wafat teraniaya di bawah pohon Angsoka. Pengganti  selanjutnya ialah adiknya Pangeran Madi Alit Jamaluddin Mangkurat II  (1629-1630). Setelah wafat diteruskan pula oleh adiknya yang bernama  Pangeran Sedo Ing Puro Jamaluddin Mangkurat III (1630-1639), wafat di  Indra laya. Lalu digantikan oleh kemenakannya yang bernama Pangeran Sedo  Ing Kenayan Jamaluddin Mangkurat IV (1639-1650) bersama dengan  isterinya Ratu Senuhun. Ratu Senuhun inilah yang menyusun "Undang-undang  Simbur Cahaya" yang mengatur adat pergaulan bujang gadis, ad at  perkawinan, piagam dan lain sebagainya. 
Sebagai  ganti Pangeran Sido Ing Kenayan ialah Pangeran Sedo Ing Pesarean  Jamaluddin Mangkurat V (1651-1652) bin Tumenggung Manca Negara. Tongkat  estafet selanjutnya dipegang oleh puteranya yang bernama pangeran Sedo  Ing Rejek Jamaluddin Mangkurat VI (1652-1659) sebagai raja Palembang.  Beliau raja yang alim dan wara'. Pada masanya ini terjadilah pertempuran  pertama dengan Belanda pada tahun 1659 yang mengakibatkan Keraton Kuto  Gawang hangus terbakar. Pangeran Sido Ing Rejek menyerahkan  kepemimpinannya kepada adiknya, Pangeran Kesumo Abdurrohim Kemas Hindi.  Sedangkan ia mengungsi ke Saka Tiga sampai akhir hayatnya dan di sana  pula jasadnya dikebumikan. 
B. Latar Belakang Terbentuknya Kesultanan Palembang Darussalam
KERATON KUTO GAWANG (1659)
Pada  tahun 1658 datang diperairan sungai musidi pelimbang kapal-kapal  kompeni Belanda dari Batavia (jakarta sekarang) yang dipimpin oleh  Cornelisz Oc-kerse. Diantara kapal-kapal itu terdapat dua kapal besar  bernama ’Jakarta’ dan ’de Wachter’
           Kedatangan Cornelisz Oc-kerse ke Pelimbang itu adalah dalam rangka  memenuhi pelaksanaan kontrak dagang antara kompeni belanda dan kerajaan  pelimbang, diantaranya adalah timah putih dan rempah- rempah seperti  lada putih dan lada hitam.
           Kito atau keraton pelimbang pada abad ke 16 dan awal abad ke 17  terletak di seberang ilir atau sebelah kiri dari sungai musi dan bernama  waktu itu KUTO GAWANG (Pusri Sekarang). Yang kemudian setelah Kuto  tersebut berpindah lagi ke tempat yang baru, bernama Kuto Cerancangan  pada akhir abad ke 18, maka Kuto Gawang diberi nama PELIMBANG LAMA.
           Keraton Kuto Gawang ini terletak diantara dua sungai yaitu bernama  Sungai Buah dan Sungai Linta dan ditengah-tengah kuto tersebut terdapat  sungai Rengas.
           Kuto  atau Keraton Kerajaan Pelimbang tersebut panjang dan lebarnya  sama yaitu 700 Depa atau k.l. 1100 m lebar, dan dikelilingi oleh tembok  atau benteng terbikin dari kayu setinggi 7,25 m, dan terdiri atas  balok-balok dari kayu besi atau kayu unglen  (kayu tulen) berukuran  30x30 cm.
Dibelakang  benteng kayu ini yang disusun secara rapih sekali dan teratur, terdapat  pula tembok dari tanah dimana tersusun meriam-meriam pertahanannya.  Dibagian pinggir sungai musi terdapat pula tiga  (BULUARTI) atau  anjungan (bastion). Satu diantaranya yang terletak dibagian tengah  adalah dibikin dari batu. Ketiga buluarti ini dilengkapi pula dem\ngan  alat-alat persenjataannya seperti meriam, lelo, dan lain sebagainya.
           Pintu utama masuk ke dalam kuto ini adalah dari sungai rengas, dan  begitulah terdapat pula pintu-pintu lainnya dari samping kiri kanan dan  belakang.
           Disebelah timur dari kuto ini terdapat pula kembara yang pada masa jauh  sebelum kedatangan belanda ini telah dibangun kubu-kubu pertahanan yang  dilengkapi dengan lapisan-lapisan cerucug dari kayu unglen terbentang  dari pantai sebelah hilir sungai musi sampai kepantai seberang hulu  sungai musi berikut rantainya. Ketiga kubu pertahanan atau istilah  sekarang benteng yang terletak di pulau kembara, bernama benteng  ”manguntama” yang kedua terletak disebelah hilir bagus kuning yaitu  bernama benteng pertahanan ”Martapura” dan yang terletak di muara pelaju  adalah benteng pertahanan yang terbesar bernama ”Tambakbaja”.
           Seperti kita ketahui bukan saja di pelimbang. Kompeni belanda dalam  melakukan kontraknya selalu berbuat curang dan melakukan  penyelundupan-penyelundupan, baik oleh pihak kompeninya sendiri. Maupun  pribadi orangnya sendiri, tetapi rata-rata diseluruh wilayah nusantara  kita ini. Maka atas penipuan-penipuan tersebut timbulah amarah rakyat  pelimbang terhadap kompeni belanda. Pada bulan desember 1658 kapl-kapal  belanda  diserbu secara serentak oleh kerajaan pelimbang bersama-sama  rakyat dibawah pimpinan Pangeran Ario Kusuma Abdulrochim Kiayi Mas Endi  dengan dibantu oleh :
1.            Adiknya Putri Ratu Emas Temenggung Bagus Kuning Pangluku
2.            Pangeran Mangku Bumi Nembing Kapal.
3.            Kiyai Demang Kecek.
Didalam  pertempuran tersebut maka sebahagian dari anak kapal Cornelisz Oc-kerse  dapat ditewaskan, sebagian ditawan sebagian lagi  dapat lolos melalui  Jambi kemarkasnya di Betawi. Dua kapal besar belanda dari angkatan  lautnya yaitu, ’JAKARTA’ dan ’ de WACHTER’ dapat dikuasai dan  dimenangkan oleh pelimbang dalam peperangan tersebut. Kemudian kedua  kapal tersebut disimpan di pulau kembara. Kesemuanya ini adalah akibat  kecurangan dari pihak kompeni belanda yang dalam pelaksanaan kontrak  dagangnya dengan kerajaan pelimbang tidak mematuhi peraturan kontraknya  sendiri.
           Rupanya kompeni tidak melupakan kejadian tersebut begitu saja, satu  tahun kemudian pada tanggal 10 november 1659 menyusul satu armada kapal  perang dibawah pimpinan commandeur JOHAN vender LAAN dimuka kubu  pertahanan (benteng) Manguntama, dan benteng tambak jaya yang terletak  di pulau kembara dan muara sungai komering, menggempur benteng  pertahanan pelimbang tersebut. Pada hari permulaan Belanda keisian dan  dipukul mundur sampai posisi pulau salah nama sebab kapal-kapal perang  mereka banyak yang rusak tenggelam, orang-orangnya banyak yang cidera  karena tembakan oleh meriam Sri Pelimbang yang sangat dibanggakan oleh  rakyat pelimbang dan diakui oleh musuh kehebatannya itu, baik dari segi  kaliber kekuatan maupun keampuhannya sehingga pada jaman itu meriam  musuh yang dapat menandinginya.
           Dalam keadaan posisi yang parah itu maka pihak pihak musuh mencari  siasat dan jalan keluar berupa mengincar letak pusat penyimpanan obat  mesiu pelimbang. Walaupun bagaimana sulitnya untuk mendapatkan rahasia  penyimpanan tersebut, akhirnya letak dari gudang-gudang obat mesiu itu  dapat juga diketahui oleh mereka, diledakkan oleh musuh pusat  pennyimpanan mesiu di benteng tambak baya di muara pelaju itu.
Oleh  karena itu maka posisi pertempuran beberapa kali berubah –ubah dan  akhirnya dikarenakan gudang-gudang mesiu pelimbang terbakar, maka  palembang harus bertempur dengn senjata tajam, seperti keris, pedang,  panah, tombak nibung, yaitu semacam tombak bambu runcing yang berbisa  sekali. Dikarenakan kuto gawang hampir habis terbakar itu maka pasukan  dan rakyat palemban berangsur mengundurkan diri kepedalaman. Raja  pelimbang, sido ing rejek berikut rakyatnya kemudian mendirikan kuto  baru di pedalaman yang diberi nama indralaya yang dijadikan tempat  kedudukan raja pelimbang. Sebagian besar rakyat pelimbang dibawa oleh  raja mengungsi ke saka tiga, pedamaran, tanjung batu dan pondok, tetapi  kemudian sebagian besar dari mereka tinggal menetap ditempat-tempat  tersebut hingga sekarang telah berkeluarga, turun temurun menjadi  penduduk ditempat-tempat tersebut. Setelah pelimbang dan kuto gawang  hampir dikosongkan dengan mengungsinya sebagian besar penduduknya ke  pedalaman, maka dalam pada itu raja mengambil siasat melakukan sistem  peperangan secara pengepungan (blokade) dan gerilya terhadap kompeni  belanda dan raja sendiri pindah ke saka tiga. Ternyata masih banyak  peniggalannya di tempat tersebut yaitu. Makam perkuburannya sendiri,  masjid, balainya dan lain-lain. Pada siang harinya rakyat dan tentara  pelimbang menghilang tidak menampakkan diri di kuto yang sebagian telah  dibakar dan dibumi hanguskan itu, dan baru pada malam harinya diadakan  kesibukan-kesibukan. Sandang dan pangan tidak di jual belikan kepada  kompeni belanda, sehingga mereka lama kelamaan menderita kekurangan  persediaan. 
Di  indralaya, saka tiga, pedamaran, pondok, tanjung batu, dan daerah  sekitarnya rakyat sibuk membuat alat-alat persenjataan untuk perang dan  pembangunan. Di pondok khususnya untuk pertemuan, oleh raja sendiri  diadakan dan dipimpin musyawarah besar bersama dengan alim ulama,  hulubalang, pemimpin pasukan, pemuka rakyat perihal bagaimana cara  melakukan siasat peperangan melawan musuh. Jikalau tadinya hanya kaum  pria saja yang berperang, maka didalam musyawarah di pondok tersebut  diambil keputusan antara lain, bahwa didalam peperangan yang akan  diadakan nanti kaum wanita juga akan ikut serta yang pimpinananya akan  ditunjuk adalah adik dari kyai kemas endi pangeran ario kusumo abdul  rochim, ratu bagus kuning dengan gelar Tumenggung Bagus Pangluklu, yaitu  adik dari Pangeran Sido Ing Rejek.
Maka  didalam menghadapi peperangan yang akan dilakuakan pada hari-hari  mendatang melawan belanda itu setelah diadakan persiapan-persiapan itu  da;lam waktu yang cukuo lama dan matang dengan cara kerja sama dan  persaudaraan yang baik itu, maka di aturlah pimpinan oleh empat orang  yaitu :
- Pangeran Ario Kesumo Abdul Rochim adik raja sendiri, selaku pimpinan umum
- Pangeran Mangku Bumi Nembing Kapal dengan alim ulama, hulubalang dan pasukan sabililahnya
- Ki Demang Kecek dengan pasukan dan rakyatnya sebagian dari jambi dan sekutu-sekutunya.
- Ratu Tumenggung Bagus Kuning Pangluku, dengan srikandi-srikandi pimpinan serta pasukan-pasukannya.
Maka  didalam peperangan berlangsung begitu dahsyat dan agak lama banyak jatu  korban dikedua belah pihak. Lama kelamaan dipihak belanda tidak  bertahan dengan serangan dari rakyat pelimbang secara gerilya maupun  secara langsung terus menerus dari pedalaman dan segala penjuru.  Disamping itu menilik pula bahwa posisi belanda selama di blokade itu  banyak diantara mereka yang sakit akibat kekurangan obat dan pangan dan  selama itu tidak dapat turun ke daratan dan kekurangan perlengkapan.  Melihat hal demikian serangan dari pihak palembang berjalan terus , maka  armada belanda kemudian tidak dapat bertahan lebih lama lagi dengan  banyak korban Comandeur JOHAN vander LAAN
Menundurkan  diri ke perairan yang aman di luar jarak tembakan meriam dari ketiga  benteng pertahanan pelimbang yaitu : Tambak baya, pulau kembara laut dan  kembara darat dan mangun tama. Dua hari kemudian armada angkatan perang  belanda dipimpin oleh Comandeur JOHAN vander LAAN dan wakil  komandeurnya JOHAN TEREUYTMAN meninggalkan perairan musi  dan  mengundurkan diri ke Batavia (Betawi).
Sejak  terbakar habisnya keraton Kuto Gawang, Palembang telah rata dengan  tanah. Akan tetapi Palembang harus bangkit dan perlu kepemimpinan. Kemas  Hindi dengan upaya dan kharismanya yang tinggi, menegakkan kembali  harkat dan martabat Palembang. Ia berhasil memimpin, membentuk serta  membangun kembali peradaban Palembang pasca perang 1659, dan memutuskan  keterikatan dengan Jawa terutama Mataram. Kemudian pada tahun 1666,  Pangeran Ario Kusumo Kemas Hindi memproklamirkan Palembang menjadi  Kesultanan Palembang Darussalam dan beliau dilantik sebagai sultan oleh  Badan Musyawarah Kepala-kepala Negeri Palembang dengan gelar Sultan  Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayidul Imam serta mendapat legalitas  pula dari Kerajaan Istambul (Turki Usmani). Sebuah keraton baru Kuto Cerancangan di  Beringin Janggut dibangunnya dalam tahun 1660, dan sebuah masjid negara  (1663). Masjid ini kemudian dikenal dengan Masjid Lama (17 ilir  sekarang) dan kini hanya tinggal namanya saja. 
Bapak  pembangunan Kesultanan Palembang Darussalam ini setelah wafatnya  disebut dengan Sunan Candi Walang, makamnya terdapat di Gubah Candi  Walang 24 ilir Palembang, pemerintahannya selama 45 tahun. Dibawah  kepemimpinan beliaulah Islam telah menjadi agama Kesultanan Palembang  Darussalam (Darussalam = negeri yang aman, damai dan sejahtera) dan  pelaksanaan hukum syareat Islam berdasarkan ketentuan resmi. Beliaulah  yang memantapkan menyusun, mengatur serta mengorganisir struktur  pemerintahan modern secara luas dan menyeluruh, hukum dan pengadilan  ditegakkan, pertahanan, pertanian, perhutanan dan hasil bumi lainnya  ditata dengan serius. Struktur pemerintahan di tata sesuai menurut adat  istiadat negeri yang lazim diatur leluhur kita di Palembang ini. Sultan  mempunyai seorang penasehat Agama dan seorang sekretaris. Juga  didampingi pelaksana pemerintahan sehari-hari sebagai pelaksana harian  dan didampingi oleh Kepala Pemerintahan setempat sebagai Kepala Daerah.  Tiga orang sebagai anggota Dewan Menteri terdiri dari pangeran  Natadiraja, pangeran Wiradinata dan pangeran Penghulu Nata Agama yang  mengatur tentang seluruh permasalahan Agama Islam.
PERANG PALEMBANG PERTAMA – VOC (1659)
KERATON PALEMBANG (1821)
 


 
  
 
