Palembang bukan hanya dikenal dengan sejarah panjang Kerajaan Sriwijaya
yang berjaya di Nusantara pada abad VI hingga abad XIII saja, namun kota
yang dialiri Sungai Musi ini memiliki cerita lain tentang Kesultanan
Palembang Darussalam. Kesultanan ini berdiri pada tahun 1675 sebagai
sebuah kerajaan Islam yang dipimpin oleh Sultan Abdurrahman (1659-1706)
di awal pemerintahannya. Akan tetapi kekuasaan kolonial Belanda
menghapus kesultanan ini di periode 7 Oktober 1823.
|
Kompleks Makam Kesultanan Palembang Darussalam |
Keberadaan kesultanan ini masih tetap dirasakan hingga kini. Kompleks
pemakaman kesultanan menjadi bukti bahwa nilai-nilai Islam begitu kuat
di masa Kesultanan Palembang Darussalam.
Tidak sulit untuk menemukan kompleks pemakaman ini, walaupun letaknya
terlindungi kompleks pergudangan peti kemas Pelabuhan Bom Baru di
kawasan Kelurahan III Ilir, Kecamatan Ilir Timur II. Dari pinggiran
jalan raya, kita harus berjalan sekitar 200 meter untuk dapat melihat
langsung kompleks pemakaman ini. Jika lebih memilih dari tepian Sungai
Musi, maka kompleks ini berjarak tak lebih dari 100 meter.
|
Makam selalu dirawat dan jaga kebersihannya |
Masyarakat Palembang mengenal
kompleks pemakaman ini dengan sebutan Kawah Tekurep. Nama tersebut
berasal dari bentuk atap bangunan utama pemakaman yang berbentuk cungkup
(kubah) melengkung berwarna hijau. Jika diperhatikan dengan seksama,
maka bentuknya menyerupai wajan yang terbalik atau dalam bahasa lokalnya
kawah tekurep. Berdasarkan informasi dari kuncen (juru kunci) makam,
pemakaman ini dibangun tahun 1728 atas perintah Sultan Mahmud Badaruddin
I Jaya Wikramo. Kemudian dilanjutkan pembangunan Gubah Tengah di areal
pemakaman oleh Sultan Ahmad Najamuddin I Adi Kesumo. Keunikan arsitektur
bangunan makam menjadi keindahan yang berhasil menggabungkan gaya
arsitektur Melayu, India, dan China.
Untuk bisa memasuki kompleks pemakaman, kita harus melewati gerbang
utama yang letaknya di sisi selatan atau bagian yang berhadapan langsung
dengan Sungai Musi. Setelah melewati gapura, maka di depan bangunan
makam kita bisa melihat silsilah keluarga Kesultanan Palembang
Darussalam yang terukir di batu marmer.
|
Silsilah Makan Kesultanan Palembang Darusslam di Lingkungan Kawah Tekurep |
Di dalam kompleks pemakaman terdapat empat cungkup. Tiga cungkup
diperuntukkan bagi makam para sultan dan satu cungkup untuk putra-putri
sultan, para pejabat dan hulubalang. Di cungkup pertama terdapat makam
Sultan Mahmud Badaruddin I (yang wafat di tahun 1756), Ratu Sepuh, istri
pertama yang berasal dari Jawa Tengah. Kemudian ada makam Ratu Gading,
istri kedua yang berasal dari Kelantan (Malaysia), ada juga makam Mas
Ayu Ratu (Liem Ban Nio), istri ketiga yang berasal dari China-Melayu.
Selain itu ada juga makam Nyimas Naimah, istri keempat yang berasal dari
I Ilir (kini Guguk Jero Pager Kota Palembang Lamo), dan makam Imam
Sayyid Idrus Al-Idrus dari Yaman yang tak lain guru dari Sultan.
|
Sisi Lain di Luar Bangunan Utama |
Cungkup kedua, kita dapat melihat makam Pangeran Ratu Kamuk (wafat tahun
1755), di sebelahnya terdapat makam Ratu Mudo (istri dari Pangeran
Kamuk), dan makam Sayyid Yusuf Al-Angkawi (imam sultan). Sementara itu,
makam Sultan Ahmad Najamuddin (wafat tahun 1776), makam Masayu Dalem
(istri Najamuddin), dan makam Sayyid Abdur Rahman Maulana Tugaah (Imam
Sultan dari Yaman), berada di cungkup ketiga. Adapun cungkup keempat
terdapat makam Sultan Muhammadi Bahauddin (wafat tahun 1803), makam Ratu
Agung (istri Bahauddin), makam Datuk Murni Hadad (imam sultan dari Arab
Saudi), dan beberapa makam lain yang tidak terbaca namanya. Selain
keempat cungkup tersebut, masih ada beberapa makam seperti makam
Susuhunan Husin Diauddin, yang wafat dalam pembuangan Belanda di
Jakarta, 4 Juli 1826. Semula, Husin Diauddin dimakamkan di Krukut tetapi
kemudian dipindahkan ke Palembang.