Rabu, 20 Juni 2012

LAMBANG KESULTANAN PALEMBANG DARUSSALAM


LAMBANG KESULTANAN PALEMBANG DARUSSALAM
Posted By Drs. H. mutawalli, M.Pd.I


BENDERA KESULTANAN PALEMBANG DARUSSALAM



BENDERA KESULTANAN
PALEMBANG DARUSSAALAM



Posted Drs. H. Mutawalli,M.Pdi.



SULTAN DIRAJA PALEMBANG DARUSSALAM



SULTAN DIRAJA PALEMBANG DARUSSALAM



Kejayaan Nusantara Kuno

by. Drs. H. mutawalli,M.Pdi

Masa lampau Indonesia sangat kaya raya. Ini dibuktikan oleh informasi dari berbagai sumber kuno. Kali ini kami akan membahas kekayaan tiap pulau yang ada di Indonesia. Pulau-pulau itu akan kami sebutkan menjadi tujuh bagian besar yaitu Sumatera, Jawa, Kepulauan Sunda kecil, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Papua.

Sumatera – Pulau Emas

Dalam berbagai prasasti, pulau Sumatera disebut dengan nama Sansekerta: Suwarnadwipa (“pulau emas”) atau Suwarnabhumi (“tanah emas”). Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Sumatera juga dikenal sebagai pulau Andalas.

Pada masa Dinasti ke-18 Fir’aun di Mesir (sekitar 1.567SM-1.339SM), di pesisir barat pulau sumatera telah ada pelabuhan yang ramai, dengan nama Barus. Barus (Lobu Tua – daerah Tapanuli) diperkirakan sudah ada sejak 3000 tahun sebelum Masehi. Barus dikenal karena merupakan tempat asal kapur barus. Ternyata kamper atau kapur barus digunakan sebagai salah satu bahan pengawet mummy Fir’aun Mesir kuno.

Letak Kota Barus

Di samping Barus, di Sumatera terdapat juga kerajaan kuno lainnya. Sebuah manuskrip Yahudi Purba menceritakan sumber bekalan emas untuk membina negara kota Kerajaan Nabi Sulaiman diambil dari sebuah kerajaan purba di Timur Jauh yang dinamakan Ophir. Kemungkinan Ophir berada di Sumatera Barat. Di Sumatera Barat terdapat gunung Ophir. Gunung Ophir (dikenal juga dengan nama G. Talamau) merupakan salah satu gunung tertinggi di Sumatera Barat, yang terdapat di daerah Pasaman.

Gunung Talamau

Kabarnya kawasan emas di Sumatera yang terbesar terdapat di Kerajaan Minangkabau. Menurut sumber kuno, dalam kerajaan itu terdapat pegunungan yang tinggi dan mengandung emas. Konon pusat Kerajaan Minangkabau terletak di tengah-tengah galian emas. Emas-emas yang dihasilkan kemudian diekspor dari sejumlah pelabuhan, seperti Kampar, Indragiri, Pariaman, Tikus, Barus, dan Pedir. Di Pulau Sumatera juga berdiri Kerajaan Srivijaya yang kemudian berkembang menjadi Kerajaan besar pertama di Nusantara yang memiliki pengaruh hingga ke Thailand dan Kamboja di utara, hingga Maluku di timur.

Kini kekayaan mineral yang dikandung pulau Sumatera banyak ditambang. Banyak jenis mineral yang terdapat di Pulau Sumatera selain emas. Sumatera memiliki berbagai bahan tambang, seperti batu bara, emas, dan timah hitam. Bukan tidak mungkin sebenarnya bahan tambang seperti emas dan lain-lain banyak yang belum ditemukan di Pulau Sumatera. Beberapa orang yakin sebenarnya Pulau Sumatera banyak mengandung emas selain dari apa yang ditemukan sekarang. Jika itu benar maka Pulau Sumatera akan dikenal sebagai pulau emas kembali.

Jawa – Pulau Padi

Dahulu Pulau Jawa dikenal dengan nama JawaDwipa. JawaDwipa berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti “Pulau Padi” dan disebut dalam epik Hindu Ramayana. Epik itu mengatakan “Jawadwipa, dihiasi tujuh kerajaan, Pulau Emas dan perak, kaya dengan tambang emas”, sebagai salah satu bagian paling jauh di bumi. Ahli geografi Yunani, Ptolomeus juga menulis tentang adanya “negeri Emas” dan “negeri Perak” dan pulau-pulau, antara lain pulau “”Iabadiu” yang berarti “Pulau Padi”.
Ptolomeus menyebutkan di ujung barat Iabadiou (Jawadwipa) terletak Argyre (kotaperak). Kota Perak itu kemungkinan besar adalah kerajaan Sunda kuno, Salakanagara yang terletak di barat Pulau Jawa. Salakanagara dalam sejarah Sunda (Wangsakerta) disebut juga Rajatapura. Salaka diartikan perak sedangkan nagara sama dengan kota, sehingga Salakanagara banyak ditafsirkan sebagai Kota perak.

Di Pulau Jawa ini juga berdiri kerajaan besar Majapahit. Majapahit tercatat sebagai kerajaan terbesar di Nusantara yang berhasil menyatukan kepulauan Nusantara meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Borneo, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan sebagian kepulauan Filipina. Dalam catatan Wang Ta-yuan, komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga. Selain itu, catatan kunjungan biarawan Roma tahun 1321, Odorico da Pordenone, menyebutkan bahwa istana Raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata.

Menurut banyak pakar, pulau tersubur di dunia adalah Pulau Jawa. Hal ini masuk akal, karena Pulau Jawa mempunyai konsentrasi gunung berapi yang sangat tinggi. Banyak gunung berapi aktif di Pulau Jawa. Gunung inilah yang menyebabkan tanah Pulau Jawa sangat subur dengan kandungan nutrisi yang di perlukan oleh tanaman.
Raffles pengarang buku The History of Java merasa takjub pada kesuburan alam Jawa yang tiada tandingnya di belahan bumi mana pun. “Apabila seluruh tanah yang ada dimanfaatkan,” demikian tulisnya, “bisa dipastikan tidak ada wilayah di dunia ini yang bisa menandingi kuantitas, kualitas, dan variasi tanaman yang dihasilkan pulau ini.”

Kini pulau Jawa memasok 53 persen dari kebutuhan pangan Indonesia. Pertanian padi banyak terdapat di Pulau Jawa karena memiliki kesuburan yang luar biasa. Pulau Jawa dikatakan sebagai lumbung beras Indonesia. Jawa juga terkenal dengan kopinya yang disebut kopi Jawa. Curah hujan dan tingkat keasaman tanah di Jawa sangat pas untuk budidaya kopi. Jauh lebih baik dari kopi Amerika Latin ataupun Afrika.
Hasil pertanian pangan lainnya berupa sayur-sayuran dan buah-buahan juga benyak terdapat di Jawa, misalnya kacang tanah, kacang hijau, daun bawang, bawang merah, kentang, kubis, lobak, petsai, kacang panjang, wortel, buncis, bayam, ketimun, cabe, terong, labu siam, kacang merah, tomat, alpokat, jeruk, durian, duku, jambu biji, jambu air, jambu bol, nenas, mangga, pepaya, pisang, sawo, salak,apel, anggur serta rambutan. Bahkan di Jawa kini dicoba untuk ditanam gandum dan pohon kurma. Bukan tidak mungkin jika lahan di Pulau Jawa dipakai dan diolah secara maksimal untuk pertanian maka Pulau Jawa bisa sangat kaya hanya dari hasil pertanian.

Kepulauan Sunda kecil (Bali, NTB dan NTT) – Kepulauan Wisata

Ptolemaeus menyebutkan, ada tiga buah pulau yang dinamai Sunda yang terletak di sebelah timur India. Berdasarkan informasi itu kemudian ahli-ahli ilmu bumi Eropa menggunakan kata Sunda untuk menamai wilayah dan beberapa pulau di timur India. Sejumlah pulau yang kemudian terbentuk di dataran Sunda diberi nama dengan menggunakan istilah Sunda pula yakni Kepulauan Sunda Besar dan Kepulauan Sunda Kecil. Kepulauan Sunda Besar ialah himpunan pulau besar yang terdiri dari Sumatera, Jawa, Madura dan Kalimantan. Sedangkan Sunda Kecil merupakan gugusan pulau Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba, dan Timor.

Daerah Kepulauan Sunda kecil ini dikenal sebagai daerah wisata karena keindahan alamnya yang menakjubkan. Sejak dulu telah ada yang berwisata ke daerah ini. Perjalanan Rsi Markandiya sekitar abad 8 dari Jawa ke Bali, telah melakukan perjalanan wisata dengan membawa misi-misi keagaman. Demikian pula Empu Kuturan yang mengembangkan konsep Tri Sakti di Bali datang sekitar abad 11. Pada tahun 1920 wisatawan dari Eropa mulai datang ke Bali. Bali di Eropa dikenal juga sebagai the Island of God.

Di Tempat lain di Kepulauan Sunda Kecil tepatnya di daerah Nusa Tenggara Barat dikenal dari hasil ternaknya berupa kuda, sapi, dan kerbau. Kuda Nusa tenggara sudah dikenal dunia sejak ratusan tahun silam. Abad 13 M Nusa Tenggara Barat telah mengirim kuda-kuda ke Pulau Jawa. Nusa Tenggara Barat juga dikenal sebagai tempat pariwisata raja-raja. Raja-raja dari kerajaan Bali membangun Taman Narmada pada tahun 1727 M di daerah Pulau Lombok untuk melepas kepenatan sesaat dari rutinitas di kerajaan.

Daerah Sunda Kecil yang tidak kalah kayanya adalah Nusa Tenggara Timur, karena di daerah ini terdapat kayu cendana yang sangat berharga. Cendana adalah tumbuhan asli Indonesia yang tumbuh di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Cendana dari Nusa Tenggara Timur telah diperdagangkan sejak awal abad masehi. Sejak awal abad masehi, banyak pedagang dari wilayah Indonesia bagian barat dan Cina berlayar ke berbagai wilayah penghasil cendana di Nusa Tenggara Timur terutama Pulau Sumba dan Pulau Timor. Konon Nabi Sulaiman memakai cendana untuk membuat tiang-tiang dalam bait Sulaiman, dan untuk alat musik. Nabi Sulaiman mengimpor kayu ini dari tempat-tempat yang jauh yang kemungkinan cendana tersebut berasal dari Nusa Tenggara Timur.

Kini Kepulauan Sunda kecil ini merupakan tempat pariwisata yang terkenal di dunia. Bali merupakan pulau terindah di dunia. Lombok juga merupakan salah satu tempat terindah di dunia. Sementara itu di Nusa tenggara Timur terdapat Pulau yang dihuni binatang purba satu-satunya di dunia yang masih hidup yaitu komodo. Kepulauan Sunda kecil merupakan tempat yang misterius dan sangat menawan. Kepulauan ini bisa mendapat banyak kekayaan para pelancong dari seluruh dunia jika dikelola secara maksimal.

Kalimantan – Pulau Lumbung energi

Dahulu nama pulau terbesar ketiga di dunia ini adalah Warunadwipa yang artinya Pulau Dewa Laut. Kalimantan dalam berita-berita China (T’ai p’ing huan yu chi) disebut dengan istilah Chin li p’i shih. Nusa Kencana” adalah sebutan pulau Kalimantan dalam naskah-naskah Jawa Kuno. Orang Melayu menyebutnya Pulau Hujung Tanah (P’ulo Chung). Borneo adalah nama yang dipakai oleh kolonial Inggris dan Belanda.

Pada zaman dulu pedagang asing datang ke pulau ini mencari komoditas hasil alam berupa kamfer, lilin dan sarang burung walet melakukan barter dengan guci keramik yang bernilai tinggi dalam masyarakat Dayak. Para pendatang India maupun orang Melayu memasuki muara-muara sungai untuk mencari lahan bercocok tanam dan berhasil menemukan tambang emas dan intan di Pulau ini.

Di Kalimantan berdiri kerajaan Kutai. Kutai Martadipura adalah kerajaan tertua bercorak Hindu di Nusantara. Nama Kutai sudah disebut-sebut sejak abad ke 4 (empat) pada berita-berita India secara tegas menyebutkan Kutai dengan nama “Quetaire” begitu pula dengan berita Cina pada abat ke 9 (sembilan) menyebut Kutai dengan sebutan “Kho They” yang berarti kerajaan besar. Dan pada abad 13 (tiga belas) dalam kesusastraan kuno Kitab Negara Kertagama yang disusun oleh Empu Prapanca ditulis dengan istilah “Tunjung Kute”. Peradaban Kutai masa lalu inilah yang menjadi tonggak awal zaman sejarah di Indonesia.

Kini Pulau Kalimantan merupakan salah satu lumbung sumberdaya alam di Indonesia memiliki beberapa sumberdaya yang dapat dijadikan sebagai sumber energi, diantaranya adalah batubara, minyak, gas dan geothermal. Hutan Kalimantan mengandung gambut yang dapat digunakan sebagai sumber energi baik untuk pembangkit listrik maupun pemanas sebagai pengganti batu bara. Yang luar biasa ternyata Kalimantan memiliki banyak cadangan uranium yang bisa dipakai untuk pembangkit listrik tenaga nuklir. Disamping itu Kalimantan juga memiliki potensi lain yakni sebagai penyedia sumber energi botani atau terbaharui. Sumber energi botani atau bioenergi ini adalah dari CPO sawit. Pulau Kalimantan memang sangat kaya.

Sulawesi – Pulau besi

Orang Arab menyebut Sulawesi dengan nama Sholibis. Orang Belanda menyebut pulau ini dengan nama Celebes. Pulau ini telah dihuni oleh manusia sejak 30.000 tahun yang lalu terbukti dengan adanya peninggalan purba di Pulau ini. Contohnya lokasi prasejarah zaman batu Lembah Besoa.

Nama Sulawesi konon berasal dari kata ‘Sula’ yang berarti pulau dan ‘besi’. Pulau Sulawesi sejak dahulu adalah penghasil bessi (besi), sehingga tidaklah mengherankan Ussu dan sekitar danau Matana mengandung besi dan nikkel. Di sulawesi pernah berdiri Kerajaan Luwu yang merupakan salah satu kerajaan tertua di Sulawesi. Wilayah Luwu merupakan penghasil besi. Bessi Luwu atau senjata Luwu (keris atau kawali) sangat terkenal akan keampuhannya, bukan saja di Sulawesi tetapi juga di luar Sulawesi. Dalam sejarah Majapahit, wilayah Luwu merupakan pembayar upeti kerajaan, selain dikenal sebagai pemasok utama besi ke Majapahit, Maluku dan lain-lain. Menurut catatan yang ada, sejak abad XIV Luwu telah dikenal sebagai tempat peleburan besi.

Di Pulau Sulawesi ini juga pernah berdiri Kerajaan Gowa Tallo yang pernah berada dipuncak kejayaan yang terpancar dari Sombaopu, ibukota Kerajaan Gowa ke timur sampai ke selat Dobo, ke utara sampai ke Sulu, ke barat sampai ke Kutai dan ke selatan melalui Sunda Kecil, diluar pulau Bali sampai ke Marege (bagian utara Australia). Ini menunjukkan kekuasaan yang luas meliputi lebih dari 2/3 wilayah Nusantara.

Selama zaman yang makmur akan perdagangan rempah-rempah pada abad 15 sampai 19, Sulawesi sebagai gerbang kepulauan Maluku, pulau yang kaya akan rempah-rempah. Kerajaan besar seperti Makasar dan Bone seperti yang disebutkan dalam sejarah Indonesia timur, telah memainkan peranan penting. Pada abad ke 14 Masehi, orang Sulawesi sudah bisa membuat perahu yang menjelajahi dunia. Perahu pinisi yang dibuat masyarakat Bugis pada waktu itu sudah bisa berlayar sampai ke Madagaskar di Afrika, suatu perjalanan mengarungi samudera yang memerlukan tekad yang besar dan keberanian luar biasa. Ini membuktikan bahwa suku Bugis memiliki kemampuan membuat perahu yang mengagumkan, dan memiliki semangat bahari yang tinggi. Pada saat yang sama Vasco da Gama baru memulai penjelajahan pertamanya pada tahun 1497 dalam upaya mencari rempah-rempah, dan menemukan benua-benua baru di timur, yang sebelumnya dirintis Marco Polo.

Sampai saat ini Sulawesi sangat kaya akan bahan tambang meliputi besi, tembaga, emas, perak, nikel, titanium, mangan semen, pasir besi/hitam, belerang, kaolin dan bahan galian C seperti pasir, batu, krikil dan trass. Jika saja dikelola dengan baik demi kemakmuran rakyat maka menjadi kayalah seluruh orang Sulawesi.

Maluku – Kepulauan rempah-rempah

Maluku memiliki nama asli “Jazirah al-Mulk” yang artinya kumpulan/semenanjung kerajaan yang terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil. Maluku dikenal dengan kawasan Seribu Pulau serta memiliki keanekaragaman sosial budaya dan kekayaan alam yang berlimpah. Orang Belanda menyebutnya sebagai ‘the three golden from the east’ (tiga emas dari timur) yakni Ternate, Banda dan Ambon. Sebelum kedatangan Belanda, penulis dan tabib Portugis, Tome Pirez menulis buku ‘Summa Oriental’ yang telah melukiskan tentang Ternate, Ambon dan Banda sebagai ‘the spices island’.

Pada masa lalu wilayah Maluku dikenal sebagai penghasil rempah-rempah seperti cengkeh dan pala. Cengkeh adalah rempah-rempah purbakala yang telah dikenal dan digunakan ribuan tahun sebelum masehi. Pohonnya sendiri merupakan tanaman asli kepulauan Maluku (Ternate dan Tidore), yang dahulu dikenal oleh para penjelajah sebagai Spice Islands.

Pada 4000 tahun lalu di kerajaan Mesir, Fir’aun dinasti ke-12, Sesoteris III. Lewat data arkeolog mengenai transaksi Mesir dalam mengimpor dupa, kayu eboni, kemenyan, gading, dari daratan misterius tempat “Punt” berasal. Meski dukungan arkeologis sangat kurang, negeri “Punt” dapat diidentifikasi setelah Giorgio Buccellati menemukan wadah yang berisi benda seperti cengkih di Efrat tengah. Pada masa 1.700 SM itu, cengkih hanya terdapat di kepulauan Maluku, Indonesia. Pada abad pertengahan (sekitar 1600 Masehi) cengkeh pernah menjadi salah satu rempah yang paling popular dan mahal di Eropa, melebihi harga emas.

Selain cengkeh, rempah-rempah asal Maluku adalah buah Pala. Buah Pala (Myristica fragrans) merupakan tumbuhan berupa pohon yang berasal dari kepulauan Banda, Maluku. Akibat nilainya yang tinggi sebagai rempah-rempah, buah dan biji pala telah menjadi komoditi perdagangan yang penting pada masa Romawi. Melihat mahalnya harga rempah-rempah waktu itu banyak orang Eropa kemudian mencari Kepulauan rempah-rempah ini. Sesungguhnya yang dicari Christoper Columbus ke arah barat adalah jalan menuju Kepulauan Maluku, ‘The Island of Spices’ (Pulau Rempah-rempah), meskipun pada akhirnya Ia justru menemukan benua baru bernama Amerika. Rempah-rempah adalah salah satu alasan mengapa penjelajah Portugis Vasco Da Gama mencapai India dan Maluku.
Kini sebenarnya Maluku bisa kembali berjaya dengan hasil pertaniannya jika terus dikembangkan dengan baik. Maluku bisa kaya raya dengan hasil bumi dan lautnya.

Papua – Pulau surga

Papua adalah pulau terbesar kedua di dunia. Pada sekitar Tahun 200 M , ahli Geography bernama Ptolamy menyebutnya dengan nama LABADIOS. Pada akhir tahun 500 M, pengarang Tiongkok bernama Ghau Yu Kua memberi nama TUNGKI, dan pada akhir tahun 600 M, Kerajaan Sriwijaya menyebut nama Papua dengan menggunakan nama JANGGI. Tidore memberi nama untuk pulau ini dan penduduknya sebagai PAPA-UA yang sudah berubah dalam sebutan menjadi PAPUA. Pada tahun 1545, Inigo Ortiz de Retes memberi nama NUEVA GUINEE dan ada pelaut lain yang memberi nama ISLA DEL ORO yang artinya Pulau Emas. Robin Osborne dalam bukunya, Indonesias Secret War: The Guerilla Struggle in Irian Jaya (1985), menjuluki provinsi paling timur Indonesia ini sebagai surga yang hilang.

Tidak diketahui apakah pada peradaban kuno sebelum masehi di Papua telah terdapat kerajaan. Bisa jadi zaman dahulu telah terdapat peradaban maju di Papua. Pada sebuah konferensi tentang lampu jalan dan lalulintas tahun 1963 di Pretoria (Afrika Selatan), C.S. Downey mengemukakan tentang sebuah pemukiman terisolir di tengah hutan lebat Pegunungan Wilhelmina (Peg. Trikora) di Bagian Barat New Guinea (Papua) yang memiliki sistem penerangan maju. Para pedagang yang dengan susah payah berhasil menembus masuk ke pemukiman ini menceritakan kengeriannya pada cahaya penerangan yang sangat terang benderang dari beberapa bulan yang ada di atas tiang-tiang di sana. Bola-bola lampu tersebut tampak secara aneh bersinar setelah matahari mulai terbenam dan terus menyala sepanjang malam setiap hari. Kita tidak tahu akan kebenaran kisah ini tapi jika benar itu merupakan hal yang luar biasa dan harus terus diselidiki.

Papua telah dikenal akan kekayaan alamnya sejak dulu. Pada abad ke-18 Masehi, para penguasa dari kerajaan Sriwijaya, mengirimkan persembahan kepada kerajaan China. Di dalam persembahan itu terdapat beberapa ekor burung Cendrawasih, yang dipercaya sebagai burung dari taman surga yang merupakan hewan asli dari Papua. Dengan armadanya yang kuat Sriwijaya mengunjungi Maluku dan Papua untuk memperdagangkan rempah – rempah, wangi – wangian, mutiara dan bulu burung Cenderawasih. Pada zaman Kerajaan Majapahit sejumlah daerah di Papua sudah termasuk dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Pada abad XVI Pantai Utara sampai Barat daerah Kepala Burung sampai Namatota ( Kab.Fak-fak ) disebelah Selatan, serta pulau – pulau disekitarnya menjadi daerah kekuasaan Sultan Tidore.

Tanah Papua sangat kaya. Tembaga dan Emas merupakan sumber daya alam yang sangat berlimpah yang terdapat di Papua. Papua terkenal dengan produksi emasnya yang terbesar di dunia dan berbagai tambang dan kekayaan alam yang begitu berlimpah. Papua juga disebut-sebut sebagai surga kecil yang jatuh ke bumi. Papua merupakan surga keanekaragaman hayati yang tersisa di bumi saat ini. Pada tahun 2006 diberitakan suatu tim survei yang terdiri dari penjelajah Amerika, Indonesia dan Australia mengadakan peninjauan di sebagian daerah pegunungan Foja Propinsi Papua Indonesia. Di sana mereka menemukan suatu tempat ajaib yang mereka namakan “dunia yang hilang”,dan “Taman Firdaus di bumi”, dengan menyaksikan puluhan jenis burung, kupu-kupu, katak dan tumbuhan yang belum pernah tercatat dalam sejarah. Jika dikelola dengan baik, orang Papua pun bisa lebih makmur dengan kekayan alam yang melimpah tersebut.

Demikianlah sedikit tulisan mengenai pulau-pulau di Indonesia yang sangat kaya. Dari tulisan tersebut sebenarnya Indonesia sudah dikenal sebagai bumi yang kaya sejak zaman peradaban kuno. Kita tidak tahu peradaban kuno apa yang sebenarnya telah ada di Kepulauan Nusantara ini. Bisa jadi telah ada peradaban kuno dan makmur di Indonesia ini yang tidak tercatat sejarah.

Kejayaan Nusantara Kuno

by. Drs. H. mutawalli,M.Pdi

Masa lampau Indonesia sangat kaya raya. Ini dibuktikan oleh informasi dari berbagai sumber kuno. Kali ini kami akan membahas kekayaan tiap pulau yang ada di Indonesia. Pulau-pulau itu akan kami sebutkan menjadi tujuh bagian besar yaitu Sumatera, Jawa, Kepulauan Sunda kecil, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Papua.

Sumatera – Pulau Emas

Dalam berbagai prasasti, pulau Sumatera disebut dengan nama Sansekerta: Suwarnadwipa (“pulau emas”) atau Suwarnabhumi (“tanah emas”). Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Sumatera juga dikenal sebagai pulau Andalas.

Pada masa Dinasti ke-18 Fir’aun di Mesir (sekitar 1.567SM-1.339SM), di pesisir barat pulau sumatera telah ada pelabuhan yang ramai, dengan nama Barus. Barus (Lobu Tua – daerah Tapanuli) diperkirakan sudah ada sejak 3000 tahun sebelum Masehi. Barus dikenal karena merupakan tempat asal kapur barus. Ternyata kamper atau kapur barus digunakan sebagai salah satu bahan pengawet mummy Fir’aun Mesir kuno.

Letak Kota Barus

Di samping Barus, di Sumatera terdapat juga kerajaan kuno lainnya. Sebuah manuskrip Yahudi Purba menceritakan sumber bekalan emas untuk membina negara kota Kerajaan Nabi Sulaiman diambil dari sebuah kerajaan purba di Timur Jauh yang dinamakan Ophir. Kemungkinan Ophir berada di Sumatera Barat. Di Sumatera Barat terdapat gunung Ophir. Gunung Ophir (dikenal juga dengan nama G. Talamau) merupakan salah satu gunung tertinggi di Sumatera Barat, yang terdapat di daerah Pasaman.

Gunung Talamau

Kabarnya kawasan emas di Sumatera yang terbesar terdapat di Kerajaan Minangkabau. Menurut sumber kuno, dalam kerajaan itu terdapat pegunungan yang tinggi dan mengandung emas. Konon pusat Kerajaan Minangkabau terletak di tengah-tengah galian emas. Emas-emas yang dihasilkan kemudian diekspor dari sejumlah pelabuhan, seperti Kampar, Indragiri, Pariaman, Tikus, Barus, dan Pedir. Di Pulau Sumatera juga berdiri Kerajaan Srivijaya yang kemudian berkembang menjadi Kerajaan besar pertama di Nusantara yang memiliki pengaruh hingga ke Thailand dan Kamboja di utara, hingga Maluku di timur.

Kini kekayaan mineral yang dikandung pulau Sumatera banyak ditambang. Banyak jenis mineral yang terdapat di Pulau Sumatera selain emas. Sumatera memiliki berbagai bahan tambang, seperti batu bara, emas, dan timah hitam. Bukan tidak mungkin sebenarnya bahan tambang seperti emas dan lain-lain banyak yang belum ditemukan di Pulau Sumatera. Beberapa orang yakin sebenarnya Pulau Sumatera banyak mengandung emas selain dari apa yang ditemukan sekarang. Jika itu benar maka Pulau Sumatera akan dikenal sebagai pulau emas kembali.

Jawa – Pulau Padi

Dahulu Pulau Jawa dikenal dengan nama JawaDwipa. JawaDwipa berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti “Pulau Padi” dan disebut dalam epik Hindu Ramayana. Epik itu mengatakan “Jawadwipa, dihiasi tujuh kerajaan, Pulau Emas dan perak, kaya dengan tambang emas”, sebagai salah satu bagian paling jauh di bumi. Ahli geografi Yunani, Ptolomeus juga menulis tentang adanya “negeri Emas” dan “negeri Perak” dan pulau-pulau, antara lain pulau “”Iabadiu” yang berarti “Pulau Padi”.
Ptolomeus menyebutkan di ujung barat Iabadiou (Jawadwipa) terletak Argyre (kotaperak). Kota Perak itu kemungkinan besar adalah kerajaan Sunda kuno, Salakanagara yang terletak di barat Pulau Jawa. Salakanagara dalam sejarah Sunda (Wangsakerta) disebut juga Rajatapura. Salaka diartikan perak sedangkan nagara sama dengan kota, sehingga Salakanagara banyak ditafsirkan sebagai Kota perak.

Di Pulau Jawa ini juga berdiri kerajaan besar Majapahit. Majapahit tercatat sebagai kerajaan terbesar di Nusantara yang berhasil menyatukan kepulauan Nusantara meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Borneo, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan sebagian kepulauan Filipina. Dalam catatan Wang Ta-yuan, komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga. Selain itu, catatan kunjungan biarawan Roma tahun 1321, Odorico da Pordenone, menyebutkan bahwa istana Raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata.

Menurut banyak pakar, pulau tersubur di dunia adalah Pulau Jawa. Hal ini masuk akal, karena Pulau Jawa mempunyai konsentrasi gunung berapi yang sangat tinggi. Banyak gunung berapi aktif di Pulau Jawa. Gunung inilah yang menyebabkan tanah Pulau Jawa sangat subur dengan kandungan nutrisi yang di perlukan oleh tanaman.
Raffles pengarang buku The History of Java merasa takjub pada kesuburan alam Jawa yang tiada tandingnya di belahan bumi mana pun. “Apabila seluruh tanah yang ada dimanfaatkan,” demikian tulisnya, “bisa dipastikan tidak ada wilayah di dunia ini yang bisa menandingi kuantitas, kualitas, dan variasi tanaman yang dihasilkan pulau ini.”

Kini pulau Jawa memasok 53 persen dari kebutuhan pangan Indonesia. Pertanian padi banyak terdapat di Pulau Jawa karena memiliki kesuburan yang luar biasa. Pulau Jawa dikatakan sebagai lumbung beras Indonesia. Jawa juga terkenal dengan kopinya yang disebut kopi Jawa. Curah hujan dan tingkat keasaman tanah di Jawa sangat pas untuk budidaya kopi. Jauh lebih baik dari kopi Amerika Latin ataupun Afrika.
Hasil pertanian pangan lainnya berupa sayur-sayuran dan buah-buahan juga benyak terdapat di Jawa, misalnya kacang tanah, kacang hijau, daun bawang, bawang merah, kentang, kubis, lobak, petsai, kacang panjang, wortel, buncis, bayam, ketimun, cabe, terong, labu siam, kacang merah, tomat, alpokat, jeruk, durian, duku, jambu biji, jambu air, jambu bol, nenas, mangga, pepaya, pisang, sawo, salak,apel, anggur serta rambutan. Bahkan di Jawa kini dicoba untuk ditanam gandum dan pohon kurma. Bukan tidak mungkin jika lahan di Pulau Jawa dipakai dan diolah secara maksimal untuk pertanian maka Pulau Jawa bisa sangat kaya hanya dari hasil pertanian.

Kepulauan Sunda kecil (Bali, NTB dan NTT) – Kepulauan Wisata

Ptolemaeus menyebutkan, ada tiga buah pulau yang dinamai Sunda yang terletak di sebelah timur India. Berdasarkan informasi itu kemudian ahli-ahli ilmu bumi Eropa menggunakan kata Sunda untuk menamai wilayah dan beberapa pulau di timur India. Sejumlah pulau yang kemudian terbentuk di dataran Sunda diberi nama dengan menggunakan istilah Sunda pula yakni Kepulauan Sunda Besar dan Kepulauan Sunda Kecil. Kepulauan Sunda Besar ialah himpunan pulau besar yang terdiri dari Sumatera, Jawa, Madura dan Kalimantan. Sedangkan Sunda Kecil merupakan gugusan pulau Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba, dan Timor.

Daerah Kepulauan Sunda kecil ini dikenal sebagai daerah wisata karena keindahan alamnya yang menakjubkan. Sejak dulu telah ada yang berwisata ke daerah ini. Perjalanan Rsi Markandiya sekitar abad 8 dari Jawa ke Bali, telah melakukan perjalanan wisata dengan membawa misi-misi keagaman. Demikian pula Empu Kuturan yang mengembangkan konsep Tri Sakti di Bali datang sekitar abad 11. Pada tahun 1920 wisatawan dari Eropa mulai datang ke Bali. Bali di Eropa dikenal juga sebagai the Island of God.

Di Tempat lain di Kepulauan Sunda Kecil tepatnya di daerah Nusa Tenggara Barat dikenal dari hasil ternaknya berupa kuda, sapi, dan kerbau. Kuda Nusa tenggara sudah dikenal dunia sejak ratusan tahun silam. Abad 13 M Nusa Tenggara Barat telah mengirim kuda-kuda ke Pulau Jawa. Nusa Tenggara Barat juga dikenal sebagai tempat pariwisata raja-raja. Raja-raja dari kerajaan Bali membangun Taman Narmada pada tahun 1727 M di daerah Pulau Lombok untuk melepas kepenatan sesaat dari rutinitas di kerajaan.

Daerah Sunda Kecil yang tidak kalah kayanya adalah Nusa Tenggara Timur, karena di daerah ini terdapat kayu cendana yang sangat berharga. Cendana adalah tumbuhan asli Indonesia yang tumbuh di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Cendana dari Nusa Tenggara Timur telah diperdagangkan sejak awal abad masehi. Sejak awal abad masehi, banyak pedagang dari wilayah Indonesia bagian barat dan Cina berlayar ke berbagai wilayah penghasil cendana di Nusa Tenggara Timur terutama Pulau Sumba dan Pulau Timor. Konon Nabi Sulaiman memakai cendana untuk membuat tiang-tiang dalam bait Sulaiman, dan untuk alat musik. Nabi Sulaiman mengimpor kayu ini dari tempat-tempat yang jauh yang kemungkinan cendana tersebut berasal dari Nusa Tenggara Timur.

Kini Kepulauan Sunda kecil ini merupakan tempat pariwisata yang terkenal di dunia. Bali merupakan pulau terindah di dunia. Lombok juga merupakan salah satu tempat terindah di dunia. Sementara itu di Nusa tenggara Timur terdapat Pulau yang dihuni binatang purba satu-satunya di dunia yang masih hidup yaitu komodo. Kepulauan Sunda kecil merupakan tempat yang misterius dan sangat menawan. Kepulauan ini bisa mendapat banyak kekayaan para pelancong dari seluruh dunia jika dikelola secara maksimal.

Kalimantan – Pulau Lumbung energi

Dahulu nama pulau terbesar ketiga di dunia ini adalah Warunadwipa yang artinya Pulau Dewa Laut. Kalimantan dalam berita-berita China (T’ai p’ing huan yu chi) disebut dengan istilah Chin li p’i shih. Nusa Kencana” adalah sebutan pulau Kalimantan dalam naskah-naskah Jawa Kuno. Orang Melayu menyebutnya Pulau Hujung Tanah (P’ulo Chung). Borneo adalah nama yang dipakai oleh kolonial Inggris dan Belanda.

Pada zaman dulu pedagang asing datang ke pulau ini mencari komoditas hasil alam berupa kamfer, lilin dan sarang burung walet melakukan barter dengan guci keramik yang bernilai tinggi dalam masyarakat Dayak. Para pendatang India maupun orang Melayu memasuki muara-muara sungai untuk mencari lahan bercocok tanam dan berhasil menemukan tambang emas dan intan di Pulau ini.

Di Kalimantan berdiri kerajaan Kutai. Kutai Martadipura adalah kerajaan tertua bercorak Hindu di Nusantara. Nama Kutai sudah disebut-sebut sejak abad ke 4 (empat) pada berita-berita India secara tegas menyebutkan Kutai dengan nama “Quetaire” begitu pula dengan berita Cina pada abat ke 9 (sembilan) menyebut Kutai dengan sebutan “Kho They” yang berarti kerajaan besar. Dan pada abad 13 (tiga belas) dalam kesusastraan kuno Kitab Negara Kertagama yang disusun oleh Empu Prapanca ditulis dengan istilah “Tunjung Kute”. Peradaban Kutai masa lalu inilah yang menjadi tonggak awal zaman sejarah di Indonesia.

Kini Pulau Kalimantan merupakan salah satu lumbung sumberdaya alam di Indonesia memiliki beberapa sumberdaya yang dapat dijadikan sebagai sumber energi, diantaranya adalah batubara, minyak, gas dan geothermal. Hutan Kalimantan mengandung gambut yang dapat digunakan sebagai sumber energi baik untuk pembangkit listrik maupun pemanas sebagai pengganti batu bara. Yang luar biasa ternyata Kalimantan memiliki banyak cadangan uranium yang bisa dipakai untuk pembangkit listrik tenaga nuklir. Disamping itu Kalimantan juga memiliki potensi lain yakni sebagai penyedia sumber energi botani atau terbaharui. Sumber energi botani atau bioenergi ini adalah dari CPO sawit. Pulau Kalimantan memang sangat kaya.

Sulawesi – Pulau besi

Orang Arab menyebut Sulawesi dengan nama Sholibis. Orang Belanda menyebut pulau ini dengan nama Celebes. Pulau ini telah dihuni oleh manusia sejak 30.000 tahun yang lalu terbukti dengan adanya peninggalan purba di Pulau ini. Contohnya lokasi prasejarah zaman batu Lembah Besoa.

Nama Sulawesi konon berasal dari kata ‘Sula’ yang berarti pulau dan ‘besi’. Pulau Sulawesi sejak dahulu adalah penghasil bessi (besi), sehingga tidaklah mengherankan Ussu dan sekitar danau Matana mengandung besi dan nikkel. Di sulawesi pernah berdiri Kerajaan Luwu yang merupakan salah satu kerajaan tertua di Sulawesi. Wilayah Luwu merupakan penghasil besi. Bessi Luwu atau senjata Luwu (keris atau kawali) sangat terkenal akan keampuhannya, bukan saja di Sulawesi tetapi juga di luar Sulawesi. Dalam sejarah Majapahit, wilayah Luwu merupakan pembayar upeti kerajaan, selain dikenal sebagai pemasok utama besi ke Majapahit, Maluku dan lain-lain. Menurut catatan yang ada, sejak abad XIV Luwu telah dikenal sebagai tempat peleburan besi.

Di Pulau Sulawesi ini juga pernah berdiri Kerajaan Gowa Tallo yang pernah berada dipuncak kejayaan yang terpancar dari Sombaopu, ibukota Kerajaan Gowa ke timur sampai ke selat Dobo, ke utara sampai ke Sulu, ke barat sampai ke Kutai dan ke selatan melalui Sunda Kecil, diluar pulau Bali sampai ke Marege (bagian utara Australia). Ini menunjukkan kekuasaan yang luas meliputi lebih dari 2/3 wilayah Nusantara.

Selama zaman yang makmur akan perdagangan rempah-rempah pada abad 15 sampai 19, Sulawesi sebagai gerbang kepulauan Maluku, pulau yang kaya akan rempah-rempah. Kerajaan besar seperti Makasar dan Bone seperti yang disebutkan dalam sejarah Indonesia timur, telah memainkan peranan penting. Pada abad ke 14 Masehi, orang Sulawesi sudah bisa membuat perahu yang menjelajahi dunia. Perahu pinisi yang dibuat masyarakat Bugis pada waktu itu sudah bisa berlayar sampai ke Madagaskar di Afrika, suatu perjalanan mengarungi samudera yang memerlukan tekad yang besar dan keberanian luar biasa. Ini membuktikan bahwa suku Bugis memiliki kemampuan membuat perahu yang mengagumkan, dan memiliki semangat bahari yang tinggi. Pada saat yang sama Vasco da Gama baru memulai penjelajahan pertamanya pada tahun 1497 dalam upaya mencari rempah-rempah, dan menemukan benua-benua baru di timur, yang sebelumnya dirintis Marco Polo.

Sampai saat ini Sulawesi sangat kaya akan bahan tambang meliputi besi, tembaga, emas, perak, nikel, titanium, mangan semen, pasir besi/hitam, belerang, kaolin dan bahan galian C seperti pasir, batu, krikil dan trass. Jika saja dikelola dengan baik demi kemakmuran rakyat maka menjadi kayalah seluruh orang Sulawesi.

Maluku – Kepulauan rempah-rempah

Maluku memiliki nama asli “Jazirah al-Mulk” yang artinya kumpulan/semenanjung kerajaan yang terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil. Maluku dikenal dengan kawasan Seribu Pulau serta memiliki keanekaragaman sosial budaya dan kekayaan alam yang berlimpah. Orang Belanda menyebutnya sebagai ‘the three golden from the east’ (tiga emas dari timur) yakni Ternate, Banda dan Ambon. Sebelum kedatangan Belanda, penulis dan tabib Portugis, Tome Pirez menulis buku ‘Summa Oriental’ yang telah melukiskan tentang Ternate, Ambon dan Banda sebagai ‘the spices island’.

Pada masa lalu wilayah Maluku dikenal sebagai penghasil rempah-rempah seperti cengkeh dan pala. Cengkeh adalah rempah-rempah purbakala yang telah dikenal dan digunakan ribuan tahun sebelum masehi. Pohonnya sendiri merupakan tanaman asli kepulauan Maluku (Ternate dan Tidore), yang dahulu dikenal oleh para penjelajah sebagai Spice Islands.

Pada 4000 tahun lalu di kerajaan Mesir, Fir’aun dinasti ke-12, Sesoteris III. Lewat data arkeolog mengenai transaksi Mesir dalam mengimpor dupa, kayu eboni, kemenyan, gading, dari daratan misterius tempat “Punt” berasal. Meski dukungan arkeologis sangat kurang, negeri “Punt” dapat diidentifikasi setelah Giorgio Buccellati menemukan wadah yang berisi benda seperti cengkih di Efrat tengah. Pada masa 1.700 SM itu, cengkih hanya terdapat di kepulauan Maluku, Indonesia. Pada abad pertengahan (sekitar 1600 Masehi) cengkeh pernah menjadi salah satu rempah yang paling popular dan mahal di Eropa, melebihi harga emas.

Selain cengkeh, rempah-rempah asal Maluku adalah buah Pala. Buah Pala (Myristica fragrans) merupakan tumbuhan berupa pohon yang berasal dari kepulauan Banda, Maluku. Akibat nilainya yang tinggi sebagai rempah-rempah, buah dan biji pala telah menjadi komoditi perdagangan yang penting pada masa Romawi. Melihat mahalnya harga rempah-rempah waktu itu banyak orang Eropa kemudian mencari Kepulauan rempah-rempah ini. Sesungguhnya yang dicari Christoper Columbus ke arah barat adalah jalan menuju Kepulauan Maluku, ‘The Island of Spices’ (Pulau Rempah-rempah), meskipun pada akhirnya Ia justru menemukan benua baru bernama Amerika. Rempah-rempah adalah salah satu alasan mengapa penjelajah Portugis Vasco Da Gama mencapai India dan Maluku.
Kini sebenarnya Maluku bisa kembali berjaya dengan hasil pertaniannya jika terus dikembangkan dengan baik. Maluku bisa kaya raya dengan hasil bumi dan lautnya.

Papua – Pulau surga

Papua adalah pulau terbesar kedua di dunia. Pada sekitar Tahun 200 M , ahli Geography bernama Ptolamy menyebutnya dengan nama LABADIOS. Pada akhir tahun 500 M, pengarang Tiongkok bernama Ghau Yu Kua memberi nama TUNGKI, dan pada akhir tahun 600 M, Kerajaan Sriwijaya menyebut nama Papua dengan menggunakan nama JANGGI. Tidore memberi nama untuk pulau ini dan penduduknya sebagai PAPA-UA yang sudah berubah dalam sebutan menjadi PAPUA. Pada tahun 1545, Inigo Ortiz de Retes memberi nama NUEVA GUINEE dan ada pelaut lain yang memberi nama ISLA DEL ORO yang artinya Pulau Emas. Robin Osborne dalam bukunya, Indonesias Secret War: The Guerilla Struggle in Irian Jaya (1985), menjuluki provinsi paling timur Indonesia ini sebagai surga yang hilang.

Tidak diketahui apakah pada peradaban kuno sebelum masehi di Papua telah terdapat kerajaan. Bisa jadi zaman dahulu telah terdapat peradaban maju di Papua. Pada sebuah konferensi tentang lampu jalan dan lalulintas tahun 1963 di Pretoria (Afrika Selatan), C.S. Downey mengemukakan tentang sebuah pemukiman terisolir di tengah hutan lebat Pegunungan Wilhelmina (Peg. Trikora) di Bagian Barat New Guinea (Papua) yang memiliki sistem penerangan maju. Para pedagang yang dengan susah payah berhasil menembus masuk ke pemukiman ini menceritakan kengeriannya pada cahaya penerangan yang sangat terang benderang dari beberapa bulan yang ada di atas tiang-tiang di sana. Bola-bola lampu tersebut tampak secara aneh bersinar setelah matahari mulai terbenam dan terus menyala sepanjang malam setiap hari. Kita tidak tahu akan kebenaran kisah ini tapi jika benar itu merupakan hal yang luar biasa dan harus terus diselidiki.

Papua telah dikenal akan kekayaan alamnya sejak dulu. Pada abad ke-18 Masehi, para penguasa dari kerajaan Sriwijaya, mengirimkan persembahan kepada kerajaan China. Di dalam persembahan itu terdapat beberapa ekor burung Cendrawasih, yang dipercaya sebagai burung dari taman surga yang merupakan hewan asli dari Papua. Dengan armadanya yang kuat Sriwijaya mengunjungi Maluku dan Papua untuk memperdagangkan rempah – rempah, wangi – wangian, mutiara dan bulu burung Cenderawasih. Pada zaman Kerajaan Majapahit sejumlah daerah di Papua sudah termasuk dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Pada abad XVI Pantai Utara sampai Barat daerah Kepala Burung sampai Namatota ( Kab.Fak-fak ) disebelah Selatan, serta pulau – pulau disekitarnya menjadi daerah kekuasaan Sultan Tidore.

Tanah Papua sangat kaya. Tembaga dan Emas merupakan sumber daya alam yang sangat berlimpah yang terdapat di Papua. Papua terkenal dengan produksi emasnya yang terbesar di dunia dan berbagai tambang dan kekayaan alam yang begitu berlimpah. Papua juga disebut-sebut sebagai surga kecil yang jatuh ke bumi. Papua merupakan surga keanekaragaman hayati yang tersisa di bumi saat ini. Pada tahun 2006 diberitakan suatu tim survei yang terdiri dari penjelajah Amerika, Indonesia dan Australia mengadakan peninjauan di sebagian daerah pegunungan Foja Propinsi Papua Indonesia. Di sana mereka menemukan suatu tempat ajaib yang mereka namakan “dunia yang hilang”,dan “Taman Firdaus di bumi”, dengan menyaksikan puluhan jenis burung, kupu-kupu, katak dan tumbuhan yang belum pernah tercatat dalam sejarah. Jika dikelola dengan baik, orang Papua pun bisa lebih makmur dengan kekayan alam yang melimpah tersebut.

Demikianlah sedikit tulisan mengenai pulau-pulau di Indonesia yang sangat kaya. Dari tulisan tersebut sebenarnya Indonesia sudah dikenal sebagai bumi yang kaya sejak zaman peradaban kuno. Kita tidak tahu peradaban kuno apa yang sebenarnya telah ada di Kepulauan Nusantara ini. Bisa jadi telah ada peradaban kuno dan makmur di Indonesia ini yang tidak tercatat sejarah.

Sejarah Singapura Silam

Oleh Drs. H. Mutawalli, M.Pdi.

Saat kami mendapat kesempatan untuk berkunjung ke Singapura, aku melihat bahwa Singapura adalah negara yang rapi dan juga mempunyai sejarah. sekarang Singapura adalah tempat yang sibuk dan tempat pusatnya perdagangan walaupun begitu Singapura juga mempunyai sejarah menarik.

Singapura di zaman dahulu kala bernama Temasek (kota laut) ketika orang mulai bermukim di sini(1260-abad 13). setelah itu di abad 14 seorang pangeran dari kerajaan Sriwijaya bernama Sang Nila Utama mengganti nama tersebut. saat Sang Nila Utama berburu dia melihat binatang aneh seperti singa setelah itu dia langsung membuat negara Temasek menjadi Singapura.

Kenapa Sang Nila Utama menamai Temasek menjadi Singapura karena menurut bahasa Sansekerta “simha” artinya singa “pura” artinya kota

Image

Kesultanan Malaka Salah Satu Warisan Kejayaan Kerajaan Sriwijaya

by Drs. H. mutawalli, M.Pdi.
http://images.karimsh.multiply.com/image/1/photos/upload/300x300/Rs0CiwoKCncAAAt97R41/parameswara.jpg?et=gnVq0uszgnZWfPUKEzIvzQ

Sejarah Kesultanan Malaka, Semenanjung Malaya
Kesultanan Melaka (1402 – 1511) adalah sebuah Kesultanan Melayu Islam yang didirikan oleh Parameswara, seorang putra Melayu berketurunan Sriwijaya. Kesultanan Malaka terletak di wilayah penyempitan selat di Semenanjung Melayu. Sejak zaman Sriwijaya, Semenanjung Melayu merupakan tempat yang sangat trategis bagi jalur perdagangan antara barat dan timur.

Parameswara merupakan turunan ketiga dari Sri Maharaja Sang Utama Parameswara Batara Sri Tri Buana (Sang Nila Utama), seorang penerus raja Sriwijaya[1]. Sang Nila Utama mendirikan Singapura Lama dan berkuasa selama 48 tahun. Kekuasaannya dilanjutkan oleh putranya Paduka Sri Pekerma Wira Diraja (1372 – 1386) yang kemudian diteruskan oleh cucunya, Paduka Seri Rana Wira Kerma (1386 – 1399). Pada tahun 1401, Parameswara putra dari Seri Rana Wira Kerma, mengungsi dari Tumasik setelah mendapat penyerangan dari Majapahit.



Ibu kota kerajaan ini terdapat di Melaka, yang terletak pada Selat Malaka. Kesultanan ini berkembang pesat menjadi sebuah entrepot dan menjadi pelabuhan terpenting di Asia Tenggara pada abad ke-15 dan awal 16. Malaka runtuh setelah ibukotanya direbut oleh Portugis pada tahun 1511.

Kejayaan yang dicapai oleh Kerajaan Melaka di sebabkan oleh beberapa faktor penting yaitu, Parameswara telah mengambil kesempatan untuk menjalinkan hubungan baik dengan negara Cina ketika Laksamana Yin Ching mengunjungi Melaka pada tahun 1403. Salah seorang dari sultan Malaka telah menikahi seorang putri dari negara Cina yang bernama Putri Hang Li Po. Hubungan erat antara Melaka dengan Cina telah memberi banyak manfaat kepada Malaka. Malaka mendapat perlindungan dari Cina yang merupakan pemegang kekuasaan terbesar di dunia pada masa itu untuk menghindari serangan Siam.

Pada masanya setiap harinya kapal-kapal dari negeri asing berdatangan dan singgah di sana. Tentu saja kedatangan para pelaut-pelaut asing tersebut membuat Semenanjung Melayu tersebut menjadi wilayah yang tumbuh dengan pesat.

Hal itu terjadi karena para pelaut-pelaut asing tersebut datang dengan membawa berbagai macam barang-barang yang mereka dagangkan. Maka jadilah Semenanjung Melayu (diwilayah bagian Malaka) menjadi sebuah pelabuhan sekaligus Bandar Raya.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivcI8WUQTDrUgy7_Em2Nl3x3nK5U_USbcff4OEvOQxy7kXdgURjUvddaGU3TShsot-VX6Zm8koGlNAyKx4ElfqvZ2RNNTy9oJ2wAh4B7uGUIdHKIArdSnvHc2sc1gpv5m0VPKnc7LeZlBq/s320/250px_SultanateMalacca.GIF
Wilayah Kesultanan Malaka

Banyak negeri-negeri lain yang menginginkan Semenanjung Melayu masuk dalam wilayah kekuasaannya, mengingat wilayah Semenanjung Melayu merupakan tempat yang sangat strategis bagi jalur perdagangan antara barat dan timur.

Namun apa daya, angkatan perang kerajaan Sriwijaya sangat kuat dan susah ditaklukkan kala itu. Apalagi Raden Sri Pakunalang sebagai Panglima Tertinggi pada masa Ratu Dewayani dan Raja Cudamaniwarnadewa berkuasa sangat ahli akan stategis perang.

Tak hanya negeri-negeri lain yang ingin menguasai Semenanjung Melayu, penduduk asli pun sangat ingin memerdekakan tanah kelahirannya. Akan tetapi setiap daya dan upaya mereka selalu saja gagal ditangan prajurit-prajurit kerajaan Sriwijaya.

Hingga pada masa Raja Sri Sanggranawijayatunggawarman berkuasa di Sriwijaya. Semenanjung Melayu lepas dari tangan Sriwijaya. Uniknya Semenanjung Melayu merdeka berkat kerja keras seorang mantan raja Sriwijaya.

Parameswara namanya atau Iskandar Zulkarnaen Alamsyah, ketika beliau telah memeluk agama Islam. Berhasil merebut Semenanjung Melayu dari tangan Sriwijaya, dan mendirikan sebuah kerajaan Islam yang diberinama Kesultanan Malaka.

Parameswara atau Iskandar Zulkarnaen Alamsyah menjadi raja pertamanya dengan gelar Sultan Iskandar Syah. Pada masa kepemerintahannya, Malaka mengalami masa kejayaan. Negeri Malaka menjadi negara Islam yang makmur.

Dengan Panglima tertinggi, Panglima Tuan Junjungan serta si kembar Panglima Bagus Karang dan Panglima Bagus Sekuning. Negeri Malaka selalu berhasil mengalahkan para penjajah seperti negeri Siam dan Majapahit. Dan tak ketinggalan juga jasa seorang laksamana angkatan laut bernama Hang Tuah.
Dikarenakan suatu hal, Sultan Iskandar Syah memutuskan kembali ke Lembang Melayu (Palembang). Kala itu Sriwijaya masih ada, namun tidak memiliki kedaulatan. Kemudian kedudukan raja digantikan oleh penerusnya dengan gelar Sultan Mayat Iskandar Syah (1414-1424 M).

Pada tahun 1424 M, Kesultanan Malaka di perintah oleh Sultan Muhammad Iskandar Syah. Pada masa kepemerintahannya, Malaka semakin maju sebagai pusat perdagangan rempah-rempah dari berbagai negeri. Sultan Muhammad Iskandar Syah digantikan oleh putera bungsunya yang bernama Paramesara Dewa Syah.
Parameswara Dewa Syah menjadi raja dengan gelar Sultan Abu Syahid. Namun, ia hanya memerintah Malaka hanya satu tahun saja (1445-1446 M). Parameswara Dewa Syah terbunuh dalam perebutan kekuasaan oleh sepupunya yang bernama Mudzaffar.

Ia memerintah Malaka dengan gelar Sultan Mudzaffar Syah (1446-1458 M). Kemudian ia digantikan puteranya yang ketika naik tahta bergelar Sultan Mansyur Syah (1458-1477 M). Kesultanan Malaka kemudian dipimpin oleh Sultan Alaudin Riayat Syah (1477-1488 M).
Pada tahun 1488 M, Malaka dipimpin oleh Sultan Mahmud Syah. Sayangnya Sultan Mahmud Syah sangat mewarisi sifat kakek buyutnya (Sultan Mudzaffar Syah) yang tamak dan serakah. Tahun 1509 M, Diego Lopez de Sequiera dari kerajaan Portugis tiba di Malaka dengan rombongan sebanyak 18 kapal. Rombongan dari Portugis (Portugal) ini merupakan rombongan orang Eropa pertama yang tiba di Asia Tenggara.
Sayangnya, kelakukan orang-orang Eropa ini sangat tidak terpuji. Mereka sering berbuat onar terutama mengganggu para gadis. Atas usulan penasehat kerajaan, maka Sultan Mahmud Syah memerintahkan prajuritnya untuk mengusir orang-orang Eropa tersebut dan berhasil menangkap 20 orang dari mereka.
Pada 10 Agustus 1511, armada laut Portugis yang besar dari India menyerang Malaka. Armada perang yang beasr tersebut di pimpin oleh Alfonso d’ Albuquerque. Terjadilah peperangan selama 10 hari hingga akhirnya Malaka jatuh ketangan Portugis.

Sultan Mahmud Syah melarikan diri ke pantai timur Semenanjung Melayu, tepatnya daerah Pahang. Maka habislah sudah masa Kesultanan Malaka yang dibangun oleh Parameswara.

Politik Negara
Dalam menjalankan dan menyelenggarakan politik negara, ternyata para sultan menganut paham politik hidup berdampingan secara damai (co-existence policy) yang dijalankan secara efektif. Politik hidup berdampingan secara damai dilakukan melalui hubungan diplomatik dan ikatan perkawinan. Politik ini dilakukan untuk menjaga keamanan internal dan eksternal Malaka. Dua kerajaan besar pada waktu itu yang harus diwaspadai adalah Cina dan Majapahit. Maka, Malaka kemudian menjalin hubungan damai dengan kedua kerajaan besar ini. Sebagai tindak lanjut dari politik negara tersebut, Parameswara kemudian menikah dengan salah seorang putri Majapahit.
Sultan-sultan yang memerintah setelah Prameswara (Muhammad Iskandar Syah)) tetap menjalankan politik bertetangga baik tersebut. Sebagai bukti, Sultan Mansyur Syah (1459—1477) yang memerintah pada masa awal puncak kejayaan Kerajaan Malaka juga menikahi seorang putri Majapahit sebagai permaisurinya. Di samping itu, hubungan baik dengan Cina tetap dijaga dengan saling mengirim utusan. Pada tahun 1405 seorang duta Cina Ceng Ho datang ke Malaka untuk mempertegas kembali persahabatan Cina dengan Malaka. Dengan demikian, kerajaan-kerajaan lain tidak berani menyerang Malaka.

Pada tahun 1411, Raja Malaka balas berkunjung ke Cina beserta istri, putra, dan menterinya. Seluruh rombongan tersebut berjumlah 540 orang. Sesampainya di Cina, Raja Malaka beserta rombongannya disambut secara besar-besaran. Ini merupakan pertanda bahwa, hubungan antara kedua negeri tersebut terjalin dengan baik. Saat akan kembali ke Malaka, Raja Muhammad Iskandar Syah mendapat hadiah dari Kaisar Cina, antara lain ikat pinggang bertatahkan mutu manikam, kuda beserta sadel-sadelnya, seratus ons emas dan perak, 400.000 kwan uang kertas, 2600 untai uang tembaga, 300 helai kain khasa sutra, 1000 helai sutra tulen, dan 2 helai sutra berbunga emas. Dari hadiah-hadiah tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa, dalam pandangan Cina, Malaka adalah kerajaan besar dan diperhitungkan.

Di masa Sultan Mansur Syah, juga terjadi perkawinan antara Hang Li Po, putri Maharaja Yung Lo dari dinasti Ming, dengan Sultan Mansur Shah. Dalam prosesi perkawinan ini, Sultan Mansur Shah mengirim Tun Perpateh Puteh dengan serombongan pengiring ke negeri China untuk menjemput dan membawa Hang Li Po ke Malaka. Rombonga ini tiba di Malaka pada tahun 1458 dengan 500 orang pengiring.

Demikianlah, Malaka terus berusaha menjalankan politik damai dengan kerajaan-kerajaan besar. Dalam melaksanakan politik bertetangga yang baik ini, peran Laksamana Malaka Hang Tuah sangat besar. Laksamana yang kebesaran namanya dapat disamakan dengan Gajah Mada atau Adityawarman ini adalah tangan kanan Sultan Malaka, dan sering dikirim ke luar negeri mengemban tugas kerajaan. Ia menguasai bahasa Keling, Siam dan Cina.


Hang Tuah

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhsQB1ZLPVs5U9klrNmG0V_joIRKVMmnsI0D8tREPo0RLtwjX1I7MpwSi69X6HtJONFMSaNNgOZYg0cX6nRCi4arWETjzDa1OktQfA1esO6FId8H22JtTFbpZVuxQjQfYR9H_RnKm6h6oI/s1600/Hang+Tuah.gif
Laksamana Hang Tuah


Hang Tuah lahir di Sungai Duyung Singkep. Ayahnya bernama Hang Machmud dan ibunya bernama Dang Merdu. Kedua orang tuanya adalah rakyat biasa yang hidup sebagai petani dan penangkap ikan.

Keluarga Hang Tuah kemudian pindah ke Pulau Bintan. Di sinilah ia dibesarkan. Dia berguru di Bukit Lengkuas, Bintan Timur. Pada usia yang masih muda, Hang Tuah sudah menunjukkan kepahlawanannya di lautan. Bersama empat orang kawan seperguruannya, yaitu Hang Jebat, Hang Kesturi, Hang Lekir, dan Hang Lekiyu, mereka berhasil menghancurkan perahu-perahu bajak laut di sekitar perairan dan selat-selat di Kepulauan Riau, sekalipun musuh mereka jauh lebih kuat.
Karena kepahlawanan Hang Tuah dan kawan-kawannya tersebut, maka Sultan Kerajaan Malaka mengangkat mereka sebagai prajurit kerajaan. Hang Tuah sendiri kemudian diangkat menjadi Laksamana Panglima Angkatan Laut Kerajaan Malaka. Sedangkan empat orang kawannya tersebut di atas, kelak menjadi prajurit Kerajaan Malaka yang tangguh.

Dalam pengabdiannya demi kebesaran Malaka, Laksamana Hang Tuah dikenal memiliki semboyan berikut.
1. Esa hilang dua terbilang
2. Tak Melayu hilang di bumi.
3. Tuah sakti hamba negeri.

Hingga saat ini, orang Melayu masih mengagungkan Hang Tuah, dan keberadaanya hampir menjadi mitos. Namun demikian, Hang Tuah bukanlah seorang tokoh gaib. Dia meninggal di Malaka dan dimakamkan di tempat asalnya, Sungai Duyung di Singkep.

Malaka Sebagai Pusat Penyebaran Agama Islam
Sebelum muncul dan tersebarnya Islam di Semenanjung Arabia, para pedagang Arab telah lama mengadakan hubungan dagang di sepanjang jalan perdagangan antara Laut Merah dengan Negeri Cina. Berkembangnya agama Islam semakin memberikan dorongan pada perkembangan perniagaan Arab, sehingga jumlah kapal maupun kegiatan perdagangan mereka di kawasan timur semakin besar.

Pada abad VIII, para pedagang Arab sudah banyak dijumpai di pelabuhan Negeri Cina. Diceritakan, pada tahun 758 M, Kanton merupakan salah satu tempat tinggal para pedagang Arab. Pada abad IX, di setiap pelabuhan yang terdapat di sepanjang rute perdagangan ke Cina, hampir dapat dipastikan ditemukan sekelompok kecil pedagang Islam. Pada abad XI, mereka juga telah tinggal di Campa dan menikah dengan penduduk asli, sehingga jumlah pemeluk Islam di tempat itu semakin banyak. Namun, rupanya mereka belum aktif berasimilasi dengan kaum pribumi sehingga penyiaran agama Islam tidak mengalami kemajuan.

Sebagai salah satu bandar ramai di kawasan timur, Malaka juga ramai dikunjungi oleh para pedagang Islam. Lambat laun, agama ini mulai menyebar di Malaka. Dalam perkembangannya, raja pertama Malaka, yaitu Prameswara akhirnya masuk Islam pada tahun 1414 M. Dengan masuknya raja ke dalam agama Islam, maka Islam kemudian menjadi agama resmi di Kerajaan Malaka, sehingga banyak rakyatnya yang ikut masuk Islam.

Selanjutnya, Malaka berkembang menjadi pusat perkembangan agama Islam di Asia Tenggara, hingga mencapai puncak kejayaan di masa pemeritahan Sultan Mansyur Syah (1459—1477). Kebesaran Malaka ini berjalan seiring dengan perkembangan agama Islam. Negeri-negeri yang berada di bawah taklukan Malaka banyak yang memeluk agama Islam. Untuk mempercepat proses penyebaran Islam, maka dilakukan perkawinan antarkeluarga.

Malaka juga banyak memiliki tentara bayaran yang berasal dari Jawa. Selama tinggal di Malaka, para tentara ini akhirnya memeluk Islam. Ketika mereka kembali ke Jawa, secara tidak langsung, mereka telah membantu proses penyeberan Islam di tanah Jawa. Dari Malaka, Islam kemudian tersebar hingga Jawa, Kalimantan Barat, Brunei, Sulu dan Mindanau (Filipina Selatan).
Malaka runtuh akibat serangan Portugis pada 24 Agustus 1511, yang dipimpin oleh Alfonso de Albuquerque. Sejak saat itu, para keluarga kerajaan menyingkir ke negeri lain.


Silsilah

Raja/Sultan yang memerintah di Malaka adalah sebagai berikut:
1. Permaisura yang bergelar Muhammad Iskandar Syah (1380—1424)
2. Sri Maharaja (1424—1444)
3. Sri Prameswara Dewa Syah (1444—1445)
4. Sultan Muzaffar Syah (1445—1459)
5. Sultan Mansur Syah (1459—1477)
6. Sultan Alauddin Riayat Syah (1477—1488)
7. Sultan Mahmud Syah (1488—1551)


Periode Pemerintahan

Setelah Parameswara masuk Islam, ia mengubah namanya menjadi Muhammad Iskandar Syah pada tahun 1406, dan menjadi Sultan Malaka I. Kemudian, ia kawin dengan putri Sultan Zainal Abidin dari Pasai. Posisi Malaka yang sangat strategis menyebabkannya cepat berkembang dan menjadi pelabuhan yang ramai. Akhir kesultanan Malaka terjadi ketika wilayah ini direbut oleh Portugis yang dipimpin oleh Alfonso d’albuquerque pada tahun 1511. Saat itu, yang berkuasa di Malaka adalah Sultan Mahmud Syah.

Usia Malaka ternyata cukup pendek, hanya satu setengah abad. Sebenarnya, pada tahun 1512, Sultan Mahmud Syah yang dibantu Dipati Unus menyerang Malaka, namun gagal merebut kembali wilayah ini dari Portugis. Sejarah Melayu tidak berhenti sampai di sini. Sultan Melayu segera memindahkan pemerintahannya ke Muara, kemudian ke Pahang, Bintan Riau, Kampar, kemudian kembali ke Johor dan terakhir kembali ke Bintan. Begitulah, dari dahulu bangsa Melayu ini tidak dapat dipisahkan. Kolonialisme Baratlah yang memecah belah persatuan dan kesatuan Melayu.


Wilayah Kekuasaan.

Dalam masa kejayaannya, Malaka mempunyai kontrol atas daerah-daerah berikut:
1. Semenanjung Tanah Melayu (Patani, Ligor, Kelantan, Trenggano, dan sebagainya).
2. Daerah Kepulauan Riau.
3. Pesisir Timur Sumatra bagian tengah.
4. Brunai dan Serawak.
5. Tanjungpura (Kalimantan Barat).

Sedangkan daerah yang diperoleh dari Majapahit secara diplomasi adalah sebagai berikut.
1. Indragiri.
2. Palembang.
3. Pulau Jemaja, Tambelan, Siantan
, dan Bunguran.