Jumat, 06 Januari 2012

Berakhirnya Kesultanan Palembang Darussalam
by drs.mutawalli

Serah terima keraton dengan seluruh kekayaan Kesultanan Palembang Darussalam dilaksanakan oleh putra Badaruddin yaitu Pangeran Prabukesuma dan menantunya Pangeran II, Kramajaya kepada Kolonel Bischoff pada tanggal 1 Juli 1821.

Menjelang tengah malam 3 Juli 1821, Sultan Badaruddin II disertai putra sulungnya dan seluruh keluarga lainnya menaiki kapal. Beberapa hari kemudian menuju Batavia dan Dageraad kemudian dibuang ke Ternate sampai akhir hayatnya tanggal 26 September 1852.

Tanggal 16 Juli 1821 Jenderal De Kock melantik Prabu Anom menjadi Sultan Najamuddin IV dan ayahnya Husin Dhiauddin menjadi Susuhunan (Najamuddin II). Kesultanan Palembang dijadikan bagian dari Karesidenan Palembang di bawah pemerintahan kolonial Belanda sesuai perjanjian yang diadakan pada tanggal 18 Mei 1823. Selanjunya Sultan Najamuddin IV mendapat gaji dari Pemerintah Kolonial. Pelaksanaan perjanjian ini terjadi pada tanggal 7 Oktober 1823.

Tindakan Belanda ini membawa konsekuensi kemarahan yang terpendam di keluarga Sultan maupun rakyat di pedalaman Musi Rawas. Pada bulan November 1824 terjadi reaksi atas perjanjian tersebut. Tanggal 21 November 1824 Sultan dibantu keluarga serta alim-ulama menyerbu ke garnisun Belanda di Kuto Besak.

Serangan ini tak membawa hasil, Sultan Najamuddin IV melarikan diri ke daerah Ogan. Akan tetapi karena ditinggalkan pengikut-pengikutnya, kemudian menyerah kepada Belanda pada bulan Agustus 1825, kemudian dibawa ke Batavia dan dibuang ke pulau Banda akhirnya dipindah ke Menado pedalaman. Untuk itu Belanda mengangkat keluarga (menantu) mantan Sultan Badaruddin II, Pangeran Kramo Jayo (Kramajaya) sebagai Perdana Menteri, karena kerabat Badaruddin II inilah yang mempunyai kharisma di depan rakyat.

Rakyat pedalaman masih mengharapkan kembalinya Kesultanan Palembang dan dengan lemahnya pemerintahan timbullah pergolakan-pergolakan bahkan kolonial di pedalaman, pemberontakan terutama di daerah Pasemah. Adanya peristiwa-peristiwa yang memusingkan pemerintah kolonial ini, Belanda tidak dapat mempercayai Pangeran Kramo Jayo dan Belanda menuduhnya terlibat. Kemudian ia dipecat dan dibuang ke Jawa pada tahun 1851. Dengan demikian habislah sisa-sisa peranan kekuasaan Kesultanan Palembang dan berganti dengan kekuasaan kolonial Belanda secara mantap. [drs. mutawalli]