Jumat, 06 Januari 2012

PERANG BANGKA

by drs. mutawalli


Pulau Bangka pada awal abad 18 merupakan bagian dari Kesultanan Palembang Darussalam, Pulau ini terletak di pantai timur Pulau Sumatera dipisahkan oleh Selat Bangka. Sebagai bagian dari kekuasaan Palembang Darussalam, Pulau Bangka memiliki arti yang penting karena menghasilkan Lada Putih dan Timah (Timah diperkirakan ditemukan sekitar tahun 1710). Pulau ini juga berada pada posisi strategis di jalur perdagangan (Jejaring Asia) dan strategis dari segi militer sebagai batu loncatan untuk memasuki Kesultanan Palembang Darussalam karena muara Sungai Musi yang berhadapan langsung dengan Pulau Bangka. Sebagai Wakil Sultan Palembang Darussalam di Bangka diangkatlah seorang Tumenggung yang berkedudukan di Mentok. Untuk daerah daerah yang besar dan banyak penduduknya seperti Pulau Bangka dan Pulau Belitung diangkatlah Depati sebagai Kepala rakyat dengan membawahi beberapa orang Batin. Pembagian Kekuasaan ini sebenarnya lebih didasarkan atas upaya penguasaan dan pengaturan penambangan Timah yang tersebar di seluruh Pelosok Pulau Bangka dan Belitung.


Sejak Palembang Darussalam di bawah pemerintahan Ahmad Badaruddin (tahun 1756-1776), rakyat Bangka mengalami masa kemakmuran karena rakyat diberi kebebasan untuk menambang timah secara tradisional dan menjualnya kepada Sultan Palembang. Untuk mengikat rakyat yang menambang timah dibuat aturan yaitu setiap Penambang harus membayar konsesi berupa Timah Tiban setiap tahunnya kepada Sultan Palembang sebagai pajak (Sekitar 31 kg), dan sebagai balas jasa pembayaran Timah Tiban, Sultan memberikan selembar baju hitam dan cukin kepada masyarakat Bangka. Dari hasil pajak yang disebut Tiban- tukon dan adat perdagangan serah ( hak monopoli dagang yang dimiliki sultan) kesultanan Palembang memperoleh sumber keuangannya disamping diperoleh dari monopoli terhadap perdagangan lada dan timah.
Belanda melalui kongsi dagang VOC nya, menguasai Pulau Bangka karena ingin merebut langsung Jalur perniagaan Timah dan lada serta ingin mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari perniagaan tersebut. VOC sebelumnya sejak tahun 1722 hanya memperoleh hak monopoli pembelian timah dari Sultan Palembang. Jadi sebenarnya sejarah Kepulauan Bangka dan Belitung dari dulu hingga sekarang sangat tidak terlepas dari perebutan dan penguasaan terhadap Timah. Inggris pun menguasai Bangka pada tahun 1812 karena ingin menguasai Timah dan jalur perniagaannya, bahkan Inggris sempat merubah nama pulau Bangka dengan sebutan Duke of Yorks Island. Ketika Inggris berkuasa, Raffles meminta Sultan Mahmud Badaruddin II menyerahkan loji Sungai Aur dan penguasaan sepenuhnya atas penambangan timah di Pulau Bangka dan Belitung akan tetapi hal ini ditolak oleh Sultan dengan alasan bahwa daerah daerah tersebut telah dikuasai oleh Kesultanan Palembang sebelum Inggris datang. Raffles kemudian mengirim Kolonel Rollo Gillespie yang berangkat di Batavia pada tanggal 20 Maret 1812, sebulan kemudian pasukan ini mendarat di muara Sungai Musi dan menaklukkan Palembang pada akhir bulan April 1812 selanjutnya menguasai Mentok pada tanggal 18 Mei 1812. Sultan Palembang Mahmud Badaruddin II kemudian digantikan oleh Inggris dengan Ahmad Najamuddin pada tanggal 14 Mei 1812. Untuk menangkap Sultan Mahmud Badaruddin II yang lari ke Bailangu Inggris Mengangkat Meares sebagai Residen di Palembang, akan tetapi dalam upaya menangkap Mahmud Badaruddin II, Residen Meares tertembak di Bailangu dan meninggal di Mentok pada tanggal 16 September 1812.
Belanda pada Tahun 1814 kembali menguasai Pulau Bangka dan daerah daerah yang pernah dikuasai Inggris didasari atas Traktat (Konvensi) London, 13 Agustus 1814. Seluruh proses serah terima daerah berdasarkan perjanjian atau Traktat London dilakukan antara M.H. Court sebagai perwakilan Inggris dengan K. Heynes yang mewakili Belanda. Serah terima dilaksanakan pada tanggal 10 Desember 1816 di Mentok. Serah terima ini jelas sekali menunjukkan bahwa Mentok dan pulau Bangka pada waktu itu merupakan Bandar dan tempat yang strategis bagi Inggris dan Belanda di Kawasan Sumatera. Pemerintah Hindia Belanda kemudian mengangkat K. Heynis sebagai Residen Bangka pertama yang kemudian karena bermasalah, jabatannya langsung dicopot dan kekuasaan diambil alih langsung oleh Edelher Herman Warner Muntinghe, Comissaris General Belanda. Muntinghe mendarat di Mentok pada tanggal 20 April 1818. Muntinghe adalah orang yang menyulut perang Menteng atau perang Palembang pada tahun 1819 dan kemudian menghapuskan Kesultanan Palembang Darussalam ( Menteng adalah penamaan rakyat Palembang pada Edelher Herman Warner Muntinghe, Komisaris kerajaan Belanda, namanya pula yang dipakai sebagai simbol kemenangan rakyat Palembang dan Sumatera Selatan, pada tahun 1819 sebagai perang Menteng).
Pada tahun 1818 diangkatlah M.A.P Smissaert sebagai Residen Bangka hingga terbunuh pada tanggal 14 November 1819 di Sungai Buku perbatasan antara Desa Zed dengan Desa Puding, pada waktu perjalanan pulang dari Pangkalpinang menuju Mentok. Kepala M.A.P Smissaert dipenggal dan dikeringkan kemudian dikirim kepada sultan Palembang sebagai tanda bukti kesungguhan masyarakat Bangka melawan Belanda dan dengan harapan sultan Palembang memberikan bantuan kepada rakyat Bangka. Akan tetapi Sultan tidak dapat memberikan bantuan karena pada saat bersamaan juga sedang berperang melawan Belanda, jadi sultan Palembang bukan membiarkan rakyat Bangka berperang sendirian. Hal ini perlu dijelaskan dan diluruskan dalam pelajaran dan tulisan sejarah sehingga pepatah atau mitos yang berkembang pada masyarakat Bangka “Pilor abis Palembang dak kalah” dapat terbantahkan. Penjelasan sejarah yang komprehensif sangat penting dilakukan sehingga tidak terjadi penafsiran yang keliru terhadap peristiwa sejarah. Jabatan Residen Bangka setelah kematian M.A.P Smissaert kemudian dirangkap oleh komandan militer Belanda Letkol Keer.
Sejak berkuasa kembali di Bangka, Pemerintah Hindia Belanda yang oleh Pemerintah Kerajaan Belanda diberi Hak Oktroi, yaitu hak untuk menggunakan kekuatan militer dalam kegiatan perdagangan, melakukan eksploitasi terhadap rakyat dan hasil Pulau Bangka. Dengan menggunakan berbagai dalih serta alasan terutama penghapusan terhadap sistem Timah Tiban, Belanda kemudian berangsur angsur menguasai dan memonopoli Perdagangan Timah dan komoditas lainnya. Penindasan yang dilakukan Belanda menyebabkan kesengsaraan yang luar biasa pada rakyat, sehingga terjadilah perlawanan perlawanan rakyat. Apapun bentuk imperialisme atau penjajahan oleh bangsa dan manusia, oleh Belanda ataupun Inggris adalah penindasan atau eksploitasi suatu bangsa atas bangsa lain dan penindasan atau eksploitasi manusia atas manusia lainnya, penindasan dan ekspoitasi atau penghisapan akan menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan bagi bangsa yang tertindas serta akan menimbulkan berbagai bentuk perlawanan.
Untuk menumpas perlawanan tersebut Belanda menjadikan Pangkalpinang sebagai basis pertahanan dan pusat kekuatan pasukannya. Sebagai bukti bahwa Pangkalpinang sebagai pusat atau basis pertahanan Pasukan Belanda adalah pada waktu pertempuran besar besaran di Bangkakota pada bulan September tahun 1819. Untuk kedua kalinya Bangkakota diserang oleh Belanda dari darat yang dipimpin oleh Kapten Laemlin yang membawa pasukannya dari Pangkalpinang dan memulai serangan pada tanggal 14 September 1819 (serangan pertama Belanda terhadap Bangkakota pada tanggal 17 Agustus 1819 melalui laut dipimpin oleh Kapten Ege), sedangkan serangan dari laut dilakukan oleh Belanda dengan empat buah kapal perang di bawah pimpinan Kapten Baker. Kemudian untuk menumpas perlawanan Depati Bahrin (Tahun 1820-1828) dan untuk mempertahankan Pulau Bangka pada tahun 1819 Admiral Constantinjn Johan Walterbeek mengirim 100 orang infanteri ke Pangkalpinang di bawah pimpinan Kapten Ege. Pasukan ini juga difungsikan sebagai cadangan karena pada waktu itu juga sedang berlangsung Perang Palembang, kemudian pada bulan Maret tahun 1820 Letnan Reisz melancarkan serangan dengan membawa pasukan dari Pangkalpinang untuk menaklukkan Kota Beringin. Bukti lainnya bahwa Pangkalpinang adalah pusat kekuatan militer Belanda adalah ketika Belanda menghadapi perlawanan Depati Amir dan saudaranya Hamzah pada tahun 1848-1851.
Sejak Kedatangan Inggris di Bangka tahun 1812 telah terjadi perlawanan perlawanan rakyat Bangka seperti perlawanan yang dipimpin Raden Kling di Toboali, Depati Bahrin di Jeruk, Demang Singayudha di Kotaberingin dan Batin Tikal di Gudang, selanjutnya ketika Belanda berkuasa di Bangka terjadi perlawanan perlawanan rakyat Bangka seperti di Bangkakota, Puding, Zet, Kota Waringin dan di kampung kampung sepanjang jalan Pangkalpinang ke Mentok. Perlawanan lebih besar dan terorganisir dilakukan oleh Depati Bahrin (1820-1828). Depati Bahrin adalah putera Depati Karim atau Depati Anggur. Depati Bahrin diangkat oleh Sultan Palembang Mahmud Badaruddin II (1768-1852) sebagai Depati di Bangka. Karena kecerdikan dan kepandaian mengatur strategi perang ia digelari Belanda sebagai Napoleon. Dengan heroisme perlawanannya telah berhasil memenggal dan mengeringkan Kepala Residen Belanda Smissaert (14 November 1819), kemudian Belanda terpaksa harus melakukan berbagai perundingan dengan Depati Bahrin dan memberikan beberapa konpensasi untuk berkonsentrasi menghadapi perlawanan Diponegoro di Jawa (1825-1830). Perlawanan terbesar dan terkoordinasi serta meliputi seluruh pulau Bangka dipimpin oleh putra Depati Bahrin yaitu Amir dan Hamzah.

A. AWAL PERJUANGAN
Amir adalah putera sulung Depati Bahrin (Wafat tahun 1848), sedangkan Hamzah adalah adik atau saudara kandung Amir. Sebagai putera sulung, Amir menjadi Depati diangkat oleh Belanda karena ketakutan Belanda akan pengaruhnya yang besar di hati rakyat Bangka. Jabatan Depati yang diberikan Belanda kepada Amir atas daerah Mendara dan Mentadai kemudian ditolaknya, akan tetapi gelar Depati tersebut kemudian tetap melekat pada diri Amir dan kemudian kepada Hamzah karena kecintaan rakyat kepada keduanya, disamping kehendak kuat rakyat Bangka yang membutuhkan pigur Pemimpin. Sejak perlawanan rakyat Bangka dipimpin oleh Depati Bahrin (Tahun 1820-1828), Amir dan Hamzah sebagai putera Bahrin, sudah menjadi panglima Perang dan menunjukkan sikap kepemimpinan yang baik, yaitu sifat yang tegas, berani, cerdas dan cakap.

B. SEBAB – SEBAB PERLAWANAN
Perjuangan Depati Amir dan Hamzah (1848 - 1851) hingga meninggal di pembuangan di desa Airmata Kupang (NTT) Tahun 1885 dan Tahun 1900, adalah gerakan perwujudan mencapai Eschaton (tujuan akhir), merupakan upaya untuk memaknai dan menumbuhkan harapan harapan masa depan, fakta fakta historis menunjukkan bahwa perlawanan Depati Amir dan Hamzah merupakan suatu kekuatan sosial dan moral serta digerakkan secara rasional untuk merubah situasi yang penuh dengan penderitaan, kesengsaraan, kelaliman, ketidakadilan serta ketidakpastian. Keadaan seperti ini akan memunculkan gerakan bersama atau kolektif yang bertendensi nasionalis dan anti kolonialis.

Sebab umum perlawanan yang dipimpin oleh Depati Amir dan saudaranya Hamzah terhadap Belanda adalah:
- Penindasan Belanda terhadap rakyat Bangka menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan yang luar biasa bagi rakyat Bangka, Peraturan tentang Monopoli Timah, menyebabkan terjadinya penyimpangan, kecurangan dalam tata niaga timah, Penyelundupan dan perampokan serta penjarahan terhadap parit parit oleh perompak, menyebabkan kekacauan di pelosok Bangka. Penderitaan Rakyat Bangka tersebut digambarkan oleh oleh A.A Bakar dalam bukunya “ BARIN, AMIR, TIKAL PAHLAWAN PAHLAWAN NASIONAL YANG TAK BOLEH DILUPAKAN : “ ….Sudah sekian puluh tahun Belanda berkuasa, namun nasib rakyat tidak pernah mendapat perhatian, tanah Pulau Bangka yang tidak subur tidak banyak memberi hasil bagi rakyat untuk penghidupan sehari-hari. Padi hasil ladang tidak cukup dimakan setahun bagi keluarga peladang itu sendiri. Penyakit penyakit terutama Beri beri, menambah kesengsaraan rakyat. Rakyat di kampung kampung berpakaian kulit kayu, diam di gubuk gubuk kecil, selalu kekurangan makanan, kadang kadang berebutan buah buahan hutan dengan Lutung dan Kalong, berebutan pucuk kayu dengan Kijang dan Rusa… “.
- Kerja paksa yang diwajibkan Belanda terhadap rakyat sangat memberatkan dan tanpa dibayar, rakyat dipaksa untuk membuat dan merawat jalan, memperbaiki dan membuat jembatan, memikul tandu pejabat Belanda, mengangkut logistik tentara, kerja paksa tersebut menyebabkan perladangan terlantar dan kelaparan terjadi dimana-mana.
- Sejak penguasaan timah oleh Belanda, salah satu mata pencaharian rakyat Bangka menjadi hilang, sebab sebelumnya rakyat cukup sejahtera ketika sultan Palembang menetapkan sistem Timah Tiban.
- Belanda tidak mengakui system adat dan hukum adat yang berlaku di masyarakat pada waktu itu.
Sedangkan sebab sebab khusus perlawanan adalah:
- Tuntutan Amir dan Hamzah terhadap hutang Hindia Belanda kepada Ayahnya Bahrin sebesar 150 Gulden dan gaji atau tunjangan sebesar 600 Gulden setahun dapat dikabulkan pemerintah Hindia Belanda dengan syarat Amir tidak melakukan perlawanan kepada Belanda ditolak oleh Amir dan Hamzah.
- Belanda memfitnah Amir dan Hamzah sebagai dalang Perampokan terhadap parit parit dan tuan kongsi.
- Tipu Muslihat Belanda menangkap Amir dan Hamzah yang gagal akan tetapi ibunya Dakim, puteranya Baudin dan saudaranya Ipah dan 4 orang pengikutnya berhasil ditangkap.

C. PUNCAK PERLAWANAN
Sebab umum di atas merupakan penyebab utama perlawanan dan sebab khusus merupakan factor pemicu atau casus Belli perlawanan Rakyat Bangka. Perlawanan Besar ini dipimpin oleh Amir, dengan panglima perangnya Hamzah (Cing) dan dibantu oleh Awang, Bujang Singkip, Bujang Enggak, Dahan, Kai Sam, Ubin, Bangul, Tata, dan Darip. Perlawanan ini juga dibantu para Batin, Kepala-kepala Parit, orang orang Cina, para lanun dari Lanoa Mindanau, kerajaan Lingga dan Kesultanan Palembang serta seluruh rakyat Bangka. Perlawanan semakin gigih dan meluas dengan bergabungnya Haji Abubakar, wujud perjuangan dan perlawananpun diubah dalam skala yang luas meliputi seluruh Bangka, timbul energi baru bahwa perjuangan yang dilakukan adalah suatu kewajiban (Mission Sacre atau misi suci). Perlawanan Rakyat Bangka ini berlangsung antara tahun 1848-1851, dihampir seluruh pelosok Pulau Bangka terjadi perlawanan, sedangkan pertempuran terbesar terjadi di daerah Mendara, Cepurak, Bakam, Tajau Belah dan Ketiping. Dalam pertempuran di Cepurak dan Bakam dua perwira militer Belanda tewas yaitu Kapten Casembroot dan Doorschot akan tetapi Belanda tidak pernah menyebutkan secara resmi berapa prajurit dan perwiranya yang tewas dalam Pertempuran, yang jelas untuk menghadapi perlawanan rakyat Bangka yang dipimpin Amir dan Hamzah, Belanda harus beberapa kali mendatangkan bala bantuan dan peralatan perang dari Palembang dan Batavia antara lain:
1. Tanggal 26 April 1850 dengan kekuatan 4 perwira, 143 Bintara beserta anak buahnya dipimpin kapten J.H. Doorschot.
2. Bulan April 1850 datang Kolonel Buschkens komisaris dari Palembang, untuk memberi masukan masukan tentang upaya penumpasan perlawanan Amir dan Hamzah.
3. Gubernur Hindia Belanda mengirim Komisaris H.J. Severijn Haesebroek untuk menjajaki perundingan dengan Depati Amir dan Hamzah.
4. Pada tanggal 26 September 1850 Datang bala Bantuan dipimpin Kapten Buys dengan kapal perang Bromo dan Cipanas.
5. Kompi Afrikaansche Flank-kompagnie dari Batalion ke 12 di bawah pimpinan Kapten Blommenstein.
6. Belanda mengerahkan sekitar 245 Perwira dan Bintara bangsa Eropa serta 339 bintara orang Indonesia beserta anak buahnya disamping Polisi.

D. STRATEGI PERANG DEPATI AMIR DAN HAMZAH
Amir dan Hamzah membangun markas besarnya di daerah Tampui dan Belah serta di kaki Gunung Maras, namun secara pasti Pasukan terus berpindah dan bergerak diseluruh pelosok belantara Pulau Bangka. Dalam Pertempuran strategi yang digunakan adalah perang gerilya dengan ciri :
- Disamping pasukan utama dibentuk pasukan pasukan kecil dimasing masing distrik yang dipimpin oleh seorang Panglima Perang.
- Tugas pasukan kecil ini adalah menyerang pos pos militer Belanda dan parit-parit sebagai pusat kekayaan dan keuangan Belanda, serta membumihanguskan Batin Batin untuk menaikkan moral perjuangan dan menghancurkan sumber logistik musuh.
- Melemahkan mental dan moral musuh dengan menyerang kemudian menghilang dengan cepat, mengelabui dan menjebak musuh dengan memanfaatkan kondisi geografis alam Pulau Bangka.
- Menghindari pertempuran terbuka dan frontal.
- Memasang rintangan dan ranjau sepanjang jalan Pangkalpinang-Mentok.
- Mengadakan gerakan kontra mata mata.
- Mendatangkan senjata dan amunisi bekerjasama dengan orang orang Cina.
Untuk menghadapi perlawanan rakyat Bangka yang dipimpin oleh Depati Amir dan Hamzah, Belanda mengalami kebingungan dan kesulitan, sehingga bermacam strategi dilakukan antara lain:
- Parit parit dijaga oleh militer dan di kampung kampung didirikan pos militer.
- Mendatangkan orang Indonesia dari daerah lain untuk berperang melawan Amir dan Hamzah.
- Memberi hadiah bagi yang dapat memberikan informasi keberadaan Amir dan Hamzah atau yang berhasil menangkapnya.
- Melakukan gerakan gerakan militer, benteng stelsel, memperkuat balatentara dan mendatangkan kapal perang untuk mempercepat gerak pasukan guna mendesak dan menumpas perlawanan.
- Menawarkan perundingan dengan memberi Gaji dan Tunjangan Kepada Amir dan Hamzah, kepada para Batin dan Mandor kampung untuk mengikat supaya tidak melakukan perlawanan.
- Menjanjikan melepas keluarga Amir dan Hamzah yang ditahan.
- Melaksanakan perundingan di Kampung Layang dipimpin oleh Kapten Dekker.

E. AKHIR PERLAWANAN DAN TERTANGKAP
Kekurangan akan logistik dan kondisi pasukannya yang keletihan karena harus bergerak terus menerus dalam rimba Pulau Bangka yang sangat luas yang menjadi pemikiran Amir dan Hamzah, sehingga ketika pasukannya kembai ke kampung - kampung untuk menggarap ladang pertanian justru menjadi hal yang dianjurkan, karena mengingat kepentingan yang lebih besar yaitu menghindari rakyat Bangka dari kelaparan. Di samping kekurangan pangan dan logistik perang ditambah iklim yang kurang mendukung, menyebabkan dalam peperangan digunakannya peralatan tradisional yang disebut Pidung dan Sumpitan sebagai senjata. Keletihan, kekurangan pangan, dan kondisi alam yang ganas, pertempuran demi pertempuran yang berlangsung hampir tiga tahun tanpa henti disertai penyergapan - penyergapan dan pengepungan menyebabkan pasukan semakin lemah, dalam dua kali penyergapan dipimpin oleh Lettu Dekker di Cepurak pada tanggal 27 Nopember 1850 dan pada bulan Desember 1850 Amir dan Hamzah beserta pengikutnya berhasil meloloskan diri. Dalam kondisi kurus, lemah dan sakit Amir dan Hamzah berhasil ditangkap pada tanggal 7 januari 1851 lalu dibawa ke markas militer Belanda di Bakam, kemudian di bawa ke Belinyu pada tanggal 16 Januari 1851, selanjutnya di bawa ke Mentok. Pada tanggal 28 Pebruari 1851 berangkatlah Amir dan Hamzah kepengasingan di Desa Airmata Kupang Pulau Timor.

F. PERJUANGAN DI TEMPAT PENGASINGAN
Perjuangan tidak berhenti dan terus dilanjutkan di Pulau Timor Propinsi NTT dalam bentuk memberikan petuah dan mengatur siasat dan strategi perang bagi pejuang di Pulau Timor dalam melawan Belanda, melakukan dakwah menyebarkan agama Islam (komunitas muslim yang ada di Pulau Timor adalah keturunan Bahrin dan mereka mendirikan masjid di Bonipoi yang bernama masjid Al Ikhlas), serta memberikan pengetahuan tentang sistem pengobatan tradisional bagi masyarakat setempat. Sejarah perjalanan pembuangan yang dramatis ke Pulau Timor selama 6 (enam) bulan di atas Kapal Uap Unrust dengan terus menerus dirantai dan dikerangkeng serta penderitaan di pembuangan (Desa tempat pembuangannya dinamai dengan Desa Airmata) tidak kalah dengan kisah pembuangan Imam Bonjol, Diponegoro, dan Pahlawan Nasional lainnya. Kalau dilihat dari fakta sejarah di atas sangat jelas bahwa Depati Amir dan Hamzah adalah SALAH SEORANG PEJUANG BANGSA DAN SEBAGAI SALAH SATU SIMPUL DARI SEKIAN BANYAK SIMPUL PEREKAT KEINDONESIAAN. Setelah 34 tahun kemudian Amir wafat pada tahun 1885 dan Hamzah wafat pada tahun 1900. Keduanya di makamkan di Pemakaman Batu Kadera Kupang. Pengasingan dan Pembuangan adalah cara yang dilakukan oleh Belanda untuk mengakhiri perlawanan dan menjauhkan pengaruh pemimpin terhadap rakyatnya, hak istimewa untuk mengasingkan dan membuang para pejuang disebut dengan EXORBITANTE RECHTEN. Cara Kolonial ini ternyata sangat efektif untuk menumpas perlawanan rakyat di berbagai kerajaan kerajaan tradisional di daerah. Setelah tertangkapnya Amir dan Hamzah perjuangan rakyat Bangka tidak berhenti dan dilanjutkan oleh pejuang pejuang lainnya seperti Batin Tikal, dan bekas panglima panglima perang lainnya.

G. ORANG YANG MEMBUAT SEJARAH ( MAN MAKES HISTORY)
Tulisan Sejarah adalah tulisan peristiwa masa lampau tentang kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Tulisan masa lampau tersebut biasanya berisi peristiwa, tindakan dan perilaku manusia pelaku sejarah atau orang yang membuat sejarah (Man Makes History). Jika peristiwa masa lampau atau peristiwa sejarah hanya berupa catatan saja atau hanya berupa cerita lisan (tradisi lisan) saja, maka sejarah tidak akan memiliki arti, makna dan fungsi sama sekali, peristiwa masa lampau hanyalah catatan bisu tentang kronologis kejadian atau peristiwa, oleh sebab itu peristiwa sejarah harus dipelajari dengan benar sehingga bermakna, berarti dan berfungsi.
Peristiwa sejarah akan menjadi pengalaman sejarah dan menjadi guru bagi tindakan manusia untuk tidak mengulangi sejarah apalagi sejarah masa lampau yang kelam, sehingga dapat bertindak lebih bijaksana. Kota Pangkalpinang perlu memiliki tokoh dan peristiwa sejarah yang dapat melahirkan angan angan moral, menjadi sumber inspirasi dan edukasi sebagai pedoman perilaku, yang dapat dijadikan sebagai faktor pemicu semangat (Switch Match) mentalitas dan moralitas untuk membangun negeri. Istilah lainnya negeri ini memerlukan tokoh dan peristiwa panutan sebagai simbolik yang dapat menjadi guru dan monument hidup (Living Monument), terutama sebagai modal dasar untuk membangun jiwa masyarakat sebelum membangun raganya.
Masa lalu telah terjadi dan berlalu meninggalkan kita, masa kini sedang terjadi dan begitu cepat berlalu dan masa yang akan datang sulit untuk diprediksi apa yang akan terjadi, sejarah akan bermakna dan berfungsi bila peristiwa masa lalu dijadikan pengalaman untuk bertindak lebih baik dimasa kini dan merencanakan tindakan yang bijaksana bagi masa yang akan datang. Sejarah akan lebih bermakna lagi bila peristiwa masa lampau ditinjau dengan pandangan ke masa depan atau bagaimana harapan harapan akan perwujudan masa depan yang akan dihadapi.
Sejarah adalah catatan peristiwa masa lampau tentang kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Catatan masa lampau tersebut biasanya berisi peristiwa, tindakan dan perilaku manusia pelaku sejarah atau orang yang membuat sejarah (Man Makes History). Pelaku sejarah adalah orang orang besar yang setiap tindakannya sangat berpengaruh terhadap perubahan politik, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Orang besar tersebut lahir sebagai produk lingkungan pada zamannya, kelahiran mereka pada ruang dan waktu tertentu, lingkungan, didikan dan pengalaman yang diterimanya merupakan mata rantai sejarah zamannya. Sebagai contoh Diponegoro, Teuku Umar, Imam Bonjol, Sisingamangaraja, Depati Amir, Hamzah dan Patimura adalah orang orang besar yang membuat sejarah, orang dengan pribadi pribadi yang tangguh, kokoh dan kuat, memiliki jiwa dan semangat yang gigih yang mampu menggerakkan rakyatnya kearah perubahan, tidaklah berlebihan bila bangsa ini mau dikatakan bangsa yang besar maka harus dapat menghargai jasa orang orang besar atau jasa para Pahlawannya antara lain dengan mengenang namanya melalui pemberian nama kepada sarana prasarana umum seperti Stadion, nama jalan, Yayasan, Bandara, Rumah sakit, sekolah dan fasilitas umum masyarakat lainnya, sehingga kita akan selalu ingat dan dibawa kepada kesadaran sejarah yaitu suatu bentuk perasaan yang tinggi soal rasa hati (Gemoed), soal daya dan tanggapan (Verbeeldingskracht) dari budi, dan dibawa kepada Pesona Perlawatan.