Rabu, 04 Januari 2012

Polemik kesultanan palembang

Kesultanan Palembang Darussalam sudah lama bubar. Tepatnya dibubarkan oleh kolonial Belanda pada 1825. Namun, selama tiga tahun terakhir, ada keinginan untuk menghidupkan kembali kesultanan tersebut.

Pada mulanya Raden Mas Syafei Prabu Diraja, seorang perwira polisi, mengklaim dirinya sebagai Sultan Mahmud Badaruddin III. Dia mengklaim dirinya sebagai sultan setelah mengaku menerima wangsit. Itu terjadi pada tahun 2003 lalu.

Banyak yang mempertanyakan soal pengukuhan Syafei Prabu Diraja sebagai Sultan Mahmud Badaruddin III tersebut. Ada yang mendukung, dan ada pula yang tidak mendukungnya.

Lalu, sejumlah zuriat wong Palembang yang berhimpun dalam Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam pada Oktober 2006 lalu, melakukan rapat atau pertemuan. Mereka kemudian mengukuhkan Raden Mahmud Badaruddin sebagai Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin.

Polemik pun berlangsung. Debat maupun hujatan berlangsung di Palembang. Baik di media massa lokal, maupun di forum diskusi.

Sebenarnya, perdebatan lebih mengarah pada siapa ahli nasab dari Kesultanan Palembang Darussalam yang berhak menerima gelar sultan; apakah Raden Mas Syafei Prabu Diraja atau Mahmud Badaruddin?

Semua akhirnya tahu, keduanya bukan sebagai ahli nasab. Raden Mas Syafei Prabu Diraja sendiri merupakan keturunan dari istri keenam Sultan Mahmud Badaruddin II, sementara Mahmud Badaruddin dari keturunan dari sultan sebelumnya yakni Sultan Mansyur Jayo Ing Lago.

Perdebatan pun melebar, soal siapa sultan terakhir Palembang, apakah Sultan Mahmud Badaruddin II, Sultan Najamuddin Pangeran Ratu, atau Sultan Najamuddin Prabu Anom?

Jawab pertanyaan ini sangat penting. Jika ternyata Sultan Mahmud Badaruddin II yang merupakan sultan terakhir Palembang, maka Raden Mas Prabu Diraja merasa “berhak” menjadi sultan, meskipun dia anak selir. Sebab, menurut dia dan pendukungnya, Sultan Najamuddin Pangeran Ratu maupun Najamuddin Prabu Anom adalah pengkhianat alias berpihak kepada Belanda. Benarkah itu?

Siapa Mereka?
Raden Mas Syafei Prabu Diraja yang merupakan seorang perwira polisi yang bertugas di Kepolisian Daerah Sumatra Selatan, mengklaim sebagai Sultan Mahmud Badaruddin III pada tahun 2003.

Berdasarkan wawancara dengan wartawan dari harian Sumatera Ekspres, pada 11 Maret 2003, halaman 27, dengan judul “Saya Menerima Wangsit”, Syafei Prabu Diraja mengaku menjadi Sultan Mahmud Badaruddin III lantaran menerima wangsit.

Kemudian, klaim Syafei Prabu Diraja tersebut juga sangat bertentangan dengan hasil penelitian sejarah yang pernah dilakukan para peneliti maupun Pemerintah Sumatra Selatan. Misalnya bila beranjak dari buku Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II yang diterbitkan Pemerintah Sumatera Selatan, tepatnya disusun Badan Pekerja Tim Perumus Hasil-Hasil Diskusi Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II pada 1980.

Buku tersebut disusun berdasarkan saran, pemikiran, dokumen, penelitian, dari ahli sejarah, tokoh masyarakat, ulama, mantan para pejabat, serta pejabat pemerintah pada waktu itu, termasuk dalam tim tersebut adalah Try Sutrisno yang saat itu menjabat Panglima Komando Daerah Meliter IV Sriwijaya (Kemudian berubah menjadi Komando Darah Meliter II Sriwijaya)

Di dalam buku tersebut, selain menceritakan perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II, juga menceritakan perlawanan sultan sesudahnya, seperti Sultan Najamuddin Pangeran Ratu dan Sultan Achmad Najamuddin Prabu Anom.

Buku yang mungkin arsipnya tidak ada lagi di kantor Pemerintah Sumatra Selatan maupun Pemerintah Palembang tersebut, juga menyebutkan para sultan yang pernah berkuasa di Palembang. Yakni:

Sultan Hijriah Meladiah

1.

Kiai Mas Endi, Pangeran Ario Kesuma Abdurrohim, Sultan Susuhunan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayidul Imam

1069 – 1118

1659 – 1706

2.

Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago

1118 – 1126

1706 – 1714

3.

Sultan Agung Komaruddin Sri Teruno

1126 – 1136

1714 – 1724

4.

Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo

1136 – 1171

1724 – 1758

5.

Sultan Susuhunan Ahmad Najamuddin Adi Kesumo

1171 – 1190

1758 – 1776

6.

Sultan Muhammad Bahauddin

1190 – 1218

1776 – 1803

7.

Sultan Susuhunan Mahmud Badaruddin

1218 – 1236

1803 – 1821

8.

Sultan Susuhunan Husin Dhiauddin

1228 – 1233

1813 – 1817

9.

Sultan Ahmad Najamuddin Pangeran Ratu

1234 – 1236

1819 – 1821

10.

Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom

1236 – 1238

1821 – 1823

Beranjak dari dokumen tersebut, klaim Syafei Prabu Diraja berarti menepiskan ahli nashab atau keberadaan dua sultan, setelah Sultan Mahmud Badaruddin II, yakni Sultan Ahmad Najamuddin Pangeran Ratu dan Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom.

Dia menarik dirinya sebagai keturunan Sultan Mahmud Badaruddin II yang berhak sebagai sultan selanjutnya. Padahal, berdasarkan silsilah yang disusun zuriat Susuhunan Mahmud Badaruddin II di Ternate, Syafei Prabu Diraja bukan keturunan langsung dari permaisuri Sultan Mahmud Badaruddin II yakni Ratu Sepu Raden Ayu Asma.

Dari silsilah tersebut, Syafei Prabu Diraja merupakan keturunan dari selir atau istri keenam Sultan Mahmud Badaruddin II, bernama Mas Ayu Ratu Ulu, yang memiliki anak bernama Pangeran Prabu Dirajo Haji Abdullah yang merupakan piyutnya dari Syafei Prabu Diraja.

Selain itu, sampai saat ini tidak ditemukan adanya wasiat para sultan di Palembang, khususnya tiga sultan terakhir, yang isinya untuk meneruskan keberadaan Kesultanan Palembang Darussalam sebagai sebuah kekuasaan atau pemerintahan, setelah mereka dibuang atau diasingkan Belanda.

Kemudian Raden Mahmud Badaruddin, seorang pengusaha dan pernah aktif pada organisasi Komite Nasional Pemuda Indonesia Sumatra Selatan, yang dikukuhkan sebagai Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin berdasarkan musyawarah atau konsensus Himpunan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam, pada Oktober 2006 lalu.

Himpunan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam, yang merupakan kumpulan zuriat dari 10 sultan yang pernah berkuasa di Palembang yang tersebar di berbagai daerah di nusantara, sebelum memutuskan Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin sebagai sultan Palembang, juga mempertimbangkan terlebih dahulu penghidupan kembali Kesultanan Palembang Darussalam.

Di antara mereka yang bermusyawarah tersebut, terdapat ahli nashab dari zuriat Sultan Ahmad Najamuddin Pangeran Ratu dan Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom, baik yang berada di Ternate, Palembang, dan Jakarta.

Mereka akhirnya sepakat menghidupkan kembali Kesultanan Palembang Darussalam sebagai simbol budaya bukan sebagai sebuah kekuatan baru, tepatnya bukan membuat “negara dalam negara”.

Di dalam musyawarah tersebut, menurut Djohan Hanafiah, seorang pendiri Himpunan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam, setelah melihat eksistensi yang dimiliki Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin, seperti masih keturunan zuriat sultan yang pernah berkuasa di Palembang yakni Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago, kemudian memiliki kepedulian pada peninggalan sejarah budaya Kesultanan Palembang Darussalam, seperti memperbaiki makam Candi Walang; makam para sultan Palembang, serta mendukung revitalisasi adat istiadat Kesultanan Palembang Darussalam, serta menyatakan siap mendukung negara kesatuan negara Republik Indonesia, dikukuhkanlah Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin sebagai sultan Palembang.

---------------------------------------------------------------------------

Hayo siapa yang berminat jadi Sultan Palembang ke III ...