Minggu, 15 Desember 2013

Inisiasi Spiritual (Tahbis)



Inisiasi spiritual atau penasbihan adalah pelantikan atau peresmian seseorang yang sungguh-sungguh ingin mencari pengetahuan (makrifat) Allah SWT oleh seorang pembimbing (mursyid, khalifah, syekh). Dalam beberapa tarekat, inisiasi ini biasa diistilahkan dengan baiat atau talqin. Kegiatan seperti ini sering dihubungkan dengan pengangkatan sumpah para sahabat Nabi saat Perjanjian Hudai-biyah yang berlangsung di bawah pohon.
Intinya, pernyataan janji setia mereka untuk mengabdi kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad dalam kondisi apa pun. Peristiwa ini dilukiskan di dalam Alquran,, >"Orang-orang yang berjanji setia kepadamu, mereka itu sesungguh-nya berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka. Barang siapa yang melanggar janji itu maka akibatnya, niscaya akibatnya akan menimpa dirinya sendiri. Dan, barang siapa yang menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberinya pahala yang besar. *' (Q.S. al-Fath [48:] 10).

Upacara pelantikan ini biasa¬nya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di dalam masing-masing tarekat. Ada yang menetapkan sejumlah syarat yang harus dipenuhi sebelum diinisiasi, bergantung standar operasional prosedur (SOP) masing-masing tarekat. Di antara standar tersebut ialah menjabat tangan (mushafahai) dengan syekh atau mursyid. Biasanya ada tarekat mengganti nama atau menaambahkan laqab (julukan) murid yang mengikuti inisiasi tersebut. Itu semua dilakukan sebagi simbol "kelahiran kembali" kedunia rohani.

inisiasi tersebut biasanya di-tandai dengan penyerahan kain serban (khirqah) yang dipasangkan di pundak murid oleh syekh atau mursyid. Biasa juga pemberian tasbih, ijazah, atau benda-benda upacara lainnya. Proses inisiasi biasanya dilakukan seusai shalat berjamaah dan disaksikan oleh murid-murid lainnya.

Inisiasi ini bertingkat-tingkat. Ada tingkat paling awal yang diinisiasi sebagai anggota baru tarekat. Inisiasi lainnya dilakukan lebih khusus untuk murid-murid 'yang sudah mencapai tingkatan tertentu dan baginya sudah layak untuk dilantik sebagai mursyid pembantu. Perbedaan antara mursyid pembantu dan mursyid senior ditentukan oleh tradisi tarekat.
Setelah inisiasi maka murid atau mursyid maka murid itu, berlakulah ketentuan pada diri¬nya sendiri dan wajib dijalani. Misalnya, ia harus berani berubah secara drastis, seperti berani un¬tuk menggunting dosa-dosa lang-ganannya sejak dahulu, meninggalkan makanan, minuman, dan perbuatan, serta keputusan-keputusan syubhat, apalagi yang haram. Murid dituntut tegas berani hijrah dari kondisi batin yang menyatu ke kecenderungan batin yang condong antara hak dan batil. Laksana menyatunya air dan teh. Bila telah terpisah, akan berbentuk laiknya pemisahan antara air dan minyak.

Inisiasi sesungguhnya lebih merupakan terapi kaget (shock therapy) untuk hijrah ke dalam suasana batin yang baru. Ikrar atau baiat yang baru saja dijalani-nya luei upakan peristiwa simbolis untuk lahir kembaii dari gelapnya lumuran dosa dan maksiat. Kini, ia merasa terlahir kembali, seperti bayi yang tanpa beban, bersih, ringan, putih, pasrah, tenang, damai, indah, bahagia, cerah, dan bebas dari beban masa lampau.

Dua kalimat sakral yang baru diucapkan itu memang didasari oleh jaminan Nabi, "Perbaruilah keimanan kalian dengan bersahadat ulang." Allah juga menjamin pengampunan dosa secara total (fagfir al-dzunuuba jami'an) bagi orang yang telah menjalani pertobatan khusus {taubatan na-shuha). Sebesar apa pun dosa se-belumnya, ia merasa plong de¬ngan inisiasi yang baru saja dilakukannya dengan penuh keterharuan, yang biasanya disertai dengan linangan air mata. Mereka merasa optimistis dengan menatap ke depan, karena hadis nabi, "Air mata tobat menghapuskan api neraka" dan "Jeritan tobat-nya para pendosa lebih disukai Tuhan ketimbang gemuruh tas-bihnya para ulama."

Kini, ia semakin sadar dan sen-sitif serta sudah mampu mendeteksi perbedaan antara kecen¬derungan yang hak atau batil dan antara bisikan iblis dan bisikan malaikat. Sebelumnya, ia masih sulit membedakan mana kecenderungan hak mana yang batil, mana bisikan iblis dan mana bi¬sikan malaikat, karena keduanya larut di dalam dirinya bagaikan air dengan teh. Setelah menjalani tradisi baru, ia merasakan lembaran baru dalam kehidupannya. Antara hak dan batil dan bisikan iblis dan bisikan malaikat dirasakannya sudah jelas, seperti jelas-nya perbedaan antara air dan minyak. Keduanya tidak lagi menyatu secara utuh di dalam dirinya.

Sikap dan persepsinya ter-hadap Tuhan juga sudah jauh berubah. Sebelumnya, ia terbebani dengan doa. Doa-doa yang tidak dikabulkan menjadi beban batin baginya karena seringkali dihubungkan dengan pertanyaan nakal dalam jiwanya tentang keberadaan Tuhan. Mengapa iayang berdoa kepada-Nya, tetapi dijawab dengan kekecewaan. Sementara itu, orang yang tidak pernah berdoa, bahkan bergelimang dosa, tetapi hidupnya melimpah dan berkecukupan.

Kini, ia semakin sadar dengan sabda Nabi, "Doa adalah jantung-nya ibadah". Ia tidak lagi salah paham terhadap doa-doanya yang tertolak. Ia bahkan sangat sadar bahwa penerimaan doa bisa berarti penerimaan baginya, dan penerimaan doa berarti penolakan baginya. Ia lebih takut kalau daftar panjang doa-doanya dikabulkan justru akan melahirkan penolakan dirinya, karena perhatian tidak lagi tertuju pada Tuhan, tetapi habis waktu mengonsumsi hasil-hasil doanya. Ia bersyukur jika doa-doanya ditolak karena yakin pasti itu akan membahayakan kelanggengan hubungan mesra dengan Tuhannya.

Akhirnya, doa baginya sudah semakin pendek karena ditenggelamkan oleh munajatnya. Ia lebih sibuk naik ke atas ketimbang memohon rahmat lebih banyak turun ke bawah. Untuk apa rahmat lebih banyak turun dari-Nya, jika ia sendiri tidak bisa naik karena rahmat itu. Ia lebih memilih untuk naik ke atas ketimbang rahmat-Nya turun ke bawah.
Lambat laun, yang bersangkutan tidak lagi rida dengan surga dan tidak juga takut dengan neraka. Masihkah seseorang butuh surga atau takut neraka jika seseorang sudah menyatu dengan Pencipta surga dan neraka itu. Mungkin ia akan berteriak ambillah surga itu, aku cukup dengan Tuhanku.

Sumber: Republika