Minggu, 15 Desember 2013

Makam Pangeran Ratu Jamaluddin Mangkurat V Sedo Ing Pasarean June 21, 2012


Gubah Ki Ranggo Wiro Sentiko 

Gubah Ki Ranggo Wiro Sentiko atau yang biasa dikenal dengan Gubah Penganten merupakan salah satu bangunan bersejarah di kota Palembang. Terletak di Jl. Talang Keranggo tepat dibelakang kantor CPM lama. Usianya yang sudah cukup tua, membuatnya seolah sudah terlupakan.
Banyak cerita mitos yang beredar tentang gubah ini yang menceritakan tentang kematian tragis sepasang penganten yang baru menikah. Alkisah tersebutlah sepasang penganten yang baru menikah, keduanya meskipun saling mencintai namun tidak berani menunjukkannya secara terang-terangan sesuai dengan budaya Palembang di kala itu. Ketika malam datang dan mereka duduk berduaan, keduanya masih menunjukkan sifat malu-malu. Yang wanita membelakangi sang pria, yang pria tidak berani berbicara ataupun menyentuh sang wanita. Pada saat ada seekor nyamuk hinggap di punggung wanita tersebut, sang suami pun masih tak berani mengusirnya dengan tangan. Akhirnya ia mencabut keris yang terselip dipinggangnya dengan maksud mengusir nyamuk itu dengan kerisnya. Namun ia lupa, bahwa keris yang terselip dipinggangnya mengandung bisa yang sangat keras. Tak sengaja bilah tajam keris tersebut menggores kulit sang wanita dan meninggalkan racun yang mematikan. Tak lama kemudian wanita tersebut pun mati keracunan. Takut dihantui rasa bersalah sang pria akhirnya memutuskan untuk ikut mengakhiri hidupnya dengan menghujamkan keris yang sama yang telah membunuh istrinya.
Begitulah cerita mitos itu berkembang, tak tahu siapa yang memulai dan bagaimana cerita tersebut berasal. Hingga akhirnya masyarakat sekitar lebih mengenal gubah tersebut sebagai Gubah Penganten.
Padahal gubah tersebut merupakan tempat dimakamkannya salah seorang tokoh dari masa Kesultanan Palembang Darussalam yaitu di masa kekuasaan Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo (SMB I). Tokoh tersebut juga yang membangun komplek pemakaman di daerah Lemah Abang yang sekarang lebih dikenal dengan nama Kawah Tekurep. Beliau adalah Ki Ranggo Wiro Sentiko yang juga menjabat sebagai menteri di masa SMB I.
Asal mula dibangunnya Gubah Ki Ranggo Wiro Sentiko, yaitu ketika ia mendengar keinginan Sultan Mahmud Badaruddin untuk memiliki sebuah pemakaman. Oleh karena itu, bergegaslah beliau membangunkan sebuah gubah di tanah Talang dengan maksud menyenangkan hati sang Sultan.
Begitu selesai gubah tersebut, diberitahukannya kepada Sultan dan mereka sama-sama pergi melihat hasilnya. Namun setelah di amat-amati oleh baginda, bertitahlah ia kepada Ki Ranggo Wiro Sentiko, “Sungguh bagus kerjaanmu itu, Sentik. Tetapi gubah itu untuk perempuan kau perbuatkan. Bukan untuk aku, sebab memakai sumping. Sebab itu, ambil sajalah untukmu.”
Semenjak itu, gubah tersebut digunakan oleh Ki Ranggo Wiro Sentiko beserta keluarga dan para keturunannya. Tercatat beberapa nama anggota keluarga beliau yang dimakamkan di sana. Di antaranya yaitu Kemas Demang Wiro Sentiko Adenan, salah seorang cicit beliau yang juga menjadi adik ipar dari Sultan Mahmud Badaruddin Raden Hasan Pangeran Ratu (SMB II). Di masa beliau hidup, ia menetap di daerah Sungi Goren, Kecamatan 1 Ulu Palembang. Sehingga anak cucu beliau saat ini banyak yang menetap di sana, meskipun sebagian sudah banyak yang merantau ke daerah lain.
Gubah tersebut selesai dibangun tahun 1152 H atau tahun 1739 M, dan saat ini usianya sudah 273 tahun atau hampir 3 abad namun luput dari perhatian pemerintah kota Palembang. Hanya para keturunannya saja yang peduli hingga saat ini yang menjaga gubah tersebut dari tangan-tangan jahil para pendatang yang mulai membangun perumahan di sekitar areal makam. Semoga bangunan ini bisa tetap lestari sebagai salah satu tanda kebesaran dan keemasan zaman Kesultanan Palembang Darussalam.
Oleh Megatian Ananda Kemas, S.Psi
Daftar Pustaka
Akib, RM. 1930. Sejarah Melayu Palembang: Bandung. Druuk Ekonomi

Raja-Raja Palembang: Pewaris tahta Demak dan Giri Kedaton (1) 

Semenjak runtuhnya Sriwijaya dan dibasminya para komplotan perompak Cina, Palembang menjadi bagian daerah kekuasaan Majapahit dengan Ario Damar yang ditunjuk sebagai penguasanya. Pada masa itu, bersamaan di pulau Jawa agama Islam juga mulai berkembang di semenanjung Melayu termasuk di dalamnya Palembang.
Dikisahkan bahwa Ario Damar diangkat oleh Majapahit untuk menjadi bupati Palembang. Kemudian setelah memeluk Islam, beliau pun mengubah namanya menjadi Ario Abdillah.
Kisah panjang Kerajaan dan Kesultanan Palembang, tak lepas dari kisah anak tiri Ario Abdillah yang bernama Raden Hasan. Setelah menolak tawaran ayah tirinya untuk memimpin Palembang, Raden Hasan sepakat bersama dengan adiknya Raden Husain (anak Ario Abdillah) meninggalkan Palembang untuk mengabdi di kerajaan Majapahit.
Sesampainya di Jawa, keduanya tidak langsung menuju Majapahit melainkan singgah terlebih dahulu ke Ampel Denta untuk berguru pada Sunan Ampel. Lama menetap di Ampel Denta, Raden Hasan kemudian dinikahkan dengan putri Sunan Ampel, Siti Asyikah.
Dalam rangka mengembangkan proses dakwah di wilayah Majapahit, Raden Hasan kemudian diutus untuk membuka hutan Glagah Wangi dan mengembangkan pesantren di sana. Sementara Raden Husain langsung menuju ibukota Majapahit dan ditempatkan sebagai abdi kerajaan dengan gelar Adipati Terung.
Lama kelamaan pesantren Glagah Wangi semakin maju. Brawijaya (alias Bhre Kertabhumi) di Majapahit khawatir kalau Raden Hasan berniat memberontak. Raden Husain yang kala itu sudah diangkat menjadi Adipati Terung diperintah untuk memanggil Raden Hasan.
Prabu Brawijaya merasa sangat terkesan dengan pribadi Raden Hasan dan kemudian beliau mengangkat Raden Hasan sebagai bupati, sedangkan Glagah Wangi diganti namanya menjadi Demak.
Penyerbuan Girindrawardhana atas Majapahit pada tahun 1478 M, memicu konflik dengan Demak. Merasa tidak terima, pasukan Demak pun mengangkat senjata berperang menghadapi Majapahit yang telah diduduki oleh Girindrawardhana dan akhirnya berakhirlah kekuasaan Majapahit di tanah Jawa.
Raden Hasan kemudian diangkat sebagai penguasa Demak dengan gelar Sultan Alam Akbar Al Fatah Senapati Jimbun Ningrat Ngabdurahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama, dengan Bintara sebagai ibu kotanya.
(bersambung)
M. Ananda Kemas
(Peneliti dan Pencatat Nasab Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam)

Dosa Besar Mendustakan Nasab

Tags:
2 comments
Assalammu’alaikum wr wb
Memalsukan keturunan seorang anak (nasabnya) kepada yang bukan ayahnya adalah haram hukumnya. Dengan kata lain, mengaitkan garis keturunan kepada yang bukan bapaknya atau mengaitkan diri pada suatu suku (kaum) yang bukan kaumnya dilarang dalam agama Islam.
Dari Abu Bakar r.a, Rasulullah bersabda:
“Barang siapa mengaku keturunan (menggandengkan nama ayahnya) kepada yang bukan ayahnya, sementara dia sendiri mengetahuinya, maka surga haram baginya. (HR. Bukhori dan Muslim)
Wahai sahabatku sekalian mengapa saya mengangkat tulisan ini? Hal ini terjadi karena beberapa waktu ini tiba-tiba saya menemukan nama leluhur saya tercantum dalam salah satu website family tree, tanpa ada kejelasan mengenai keturunan kebawahnya. Entah siapa yang menulisnya. Namun nyata sekali bahwa sang penulis pun kekurangan data mengenai nama leluhur mereka, hal ini dapat terlihat ada 2 generasi yang tidak dapat mereka tuliskan namanya.
Mohon di cek di situs ini:
http://uz.rodovid.org/wk/Special:Tree/388852
Jelas terlihat bahwa penulis memaksakan nasab keluarga mereka, karena tak jelas siapa yang disebut dalam silsilah itu.
Oleh karena itu saya menghimbau agar sahabat sekalian jangan sampai terkecoh jika suatu saat menemukan silsilah seperti itu. Hingga saat ini belumlah dapat dibuktikan apa yang tertulis dalam situs tersebut. Jadi harap berhati-hatilah.
Terimakasih,
Wassalam

Asal Mula Gelar Kebangsawanan Palembang Darussalam (2) 

Selain gelar untuk para pemegang kekuasaan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, di Palembang juga ada gelar-gelar kebangsawanan lain yang masih menunjukkan hubungan antara pemilik gelar tersebut dengan kalangan penguasa baik melalui hubungan keturunan maupun hubungan saudara.
Diantara gelar tersebut adalah sebagai berikut:
• Masagus disingkat (Mgs) gelar laki-laki dan Masayu (Msy) gelar wanita.
Gelar Masagus (Mgs) berarti berharga banyak. Gelar ini diperkirakan mulai muncul dan dibakukan di zaman kekuasaan Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago. Bahwa apabila para Pangeran atau Raden menikah dgn wanita yang tdk memiliki gelar atau berasal dari golongan rakyat maka anak-anaknya kelak diberikan gelar Masagus dan Masayu.
• Kiagus disingkat (Kgs) gelar laki-laki dan Nyayu (Nya) gelar wanita.
Kiagus asalnya Ki Bagus, singkatan dan Kyai Bagus, sebuah gelaran yang diberikan Sultan Demak pada seorang Ulama asal negeri Arab (keturunan Hadramaut) yang bernama Abdurrohman bin Pangeran Fatahillah. Setelah Kiai Bagus menikah dengan seorang salah seorang keluarga Keraton juga diberi gelar Bodrowongso (ada versi lain Bondowongso) dan isteri Kyai Bagus dipanggil dengan sebuatan Nyai Ayu, disingkat Nyiayu, dan di Palembang sering disebut dengan Nyayu.
Kyai Bagus Abdurrohman ini ditenggarai hijrah ke Palembang pada gelombang kedua setelah rombongan pertama yang dipimpin oleh Pangeran Sedo Ing Lautan. Ia mengabdi menjadi Panglima Pasukan Kerajaan Palembang di masa kekuasaan Pangeran Sedo Ing Kenayan. Ketika terjadi huru hara yang menyebabkan terbunuhnya Pangeran Sedo Ing Kenayan beserta seluruh anggota keluarganya akibat ulah Jaladeri, Kyai Bagus Abdurrohman menjadi pahlawan yang berhasil membalaskan dendam keluarga Kerajaan dengan membunuh Jaladeri.
Sebetulnya pada waktu itu Kyai Bagus Abdurrohman memiliki kesempatan untuk menjadi penguasa Kerajaan Palembang, mengingat tidak tersisa lagi keturunan dari penguasa sebelumnya. Namun karena ia khawatir bahwa keturunannya kelak akan saling berebut kekuasaan maka tampuk kepemimpinan beliau serahkan kepada saudara misan Pangeran Sedo Ing Kenayan yaitu Pangeran Muhammad Ali (Sedo Ing Pasarean).
Atas dasar jasanya tersebut, lalu diamanahkan oleh penguasa Palembang kepada para keturunannya untuk selalu menghormati keturunan dari Kyai Bagus Abdurrohman dan menganggap mereka sebagai keluarga sendiri.
Dalam catatan yang kami temukan, Kyai Bagus Abdurrohman diketahui memiliki beberapa orang putra, diantaranya adalah:
1. Ki Panggung
2. Ki Mantuk
3. Kiagus Muhammad (Khalifah Gemuk)
4. Kiagus Abdul Ghani
5. Ki Bodrowongso Mudo
Dari catatan tersebut, yang diketahui menurunkan zuriat Kiagus adalah dari jalur Kiagus Muhammad (Khalifah Gemuk). Sementara putra-putra Kyai Bagus Abdurrohman yang lain kami masih belum menemukan catatannya.
Catatan: Ada beberapa tulisan sejarah yang menceritakan bahwa gelar Masagus dan Kemas juga berasal dari jalur keturunan Kyai Bagus Abdurrohman. Tapi dari beberapa naskah catatan yang kami temukan tidak terdapat bukti bahwa ada keturunan Kyai Bagus Abdurrohman yang bergelar Masagus ataupun Kemas.
Kyai Bagus Abdurrohman diketahui juga memiliki kakak kandung yang bernama Kyai Mas Abdul Aziz (Tumenggung Nagawangsa) bin Pangeran Fatahillah. Kelak dari jalur Kyai Mas Abdul Aziz ini juga menurunkan gelar Kemas dan Nyimas di Palembang.
Catatan: Selain gelar Kiagus yang diturunkan dari jalur Kyai Bagus Abdurrohman terdapat juga jalur lain. Silahkan baca artikel saya yang berjudul “Nasab Keluarga Besar Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam”.
——————————————————————————————–
Oleh: Megatian Ananda Kemas, S.psi
Sumber: dirangkum dari berbagai sumber

Asal Mula Gelar Kebangsawanan Palembang Darussalam (1) 

Sejarah Palembang Darussalam.
Tags:
Masyarakat Indonesia pada umumnya mengenal berbagai macam gelar kebangsawanan yang diwarisi turun temurun semenjak zaman Indonesia masih berbentuk kerajaan.Beberapa diantaranya adalah gelar yang saat ini masih digunakan oleh para keturunan priyai dari Palembang Darussalam.
Adapun sistem pewarisannya menganut garis patrilineal (ayah/laki-laki). Artinya gelar tersebut hanya boleh diwarisi seseorang jika ayahnya merupakan keturunan dari si pemegang gelar tersebut.
Gelar-gelar yang dipakai adalah sebagai berikut:
•Raden disingkat (R) gelar laki-laki dan Raden Ayu (R.A) gelar wanita.
•Masagus disingkat (Mgs) gelar laki-laki dan Masayu (Msy) gelar wanita.
•Kemas disingkat (Kms) gelar laki-laki dan Nyimas (Nys) gelar wanita.
•Kiagus disingkat (Kgs) gelar laki-laki dan Nyayu (Nya) gelar wanita.
Ditinjau dari beberapa teori-teori yang telah berkembang, maka akan timbul pertanyaan, Sejak Kapan adanya gelar-gelar kebangsawanan Palembang? Siapa yang mempeloporinya? Bagaimana sistem kekerabatannya?
Asal-usul Pemakaian Gelar Palembang
Dari beberapa temuan silsilah serta catatan mengenai sejarah Palembang, maka dapat dilihat bahwa gelar kebangsawan Palembang telah ada sejak masa awal terbentuknya Kerajaan Palembang yang dipakai oleh para Priyai-priyai yang sebagian berasal berasal dari tanah Jawa.
Pada masa awal Kerajaan Palembang, gelar yang dipakai pertama kali adalah Kyai Gede disingkat (Ki Gede). Dalam struktur masyarakat Jawa, gelar Kyai (Ki) adalah gelar kehormatan yang diberikan kepada seseorang yang dianggap bijak atau memiliki asal usul keningratan. Sedangkan untuk perempuan gelarnya adalah Nyai (Nyi). Gede/Ageng artinya Besar atau Agung. Jadi sebutan Kyai Gede memiliki arti bahwa beliau merupakan seorang pemimpin masyarakat dan termasuk ke dalam golongan elit bangsawan.
Gelar ini digunakan oleh Ki Gede Ing Suro bin Pangeran Sedo Ing Lautan beserta saudaranya Ki Gede Ing Ilir. Mereka inilah peletak dasar pertama sistem kerajaan Islam Palembang. Sepeninggalnya Ki Gede Ing Suro, tahta kerajaan jatuh kepada keponakannya yang bernama Kemas Anom Dipati Jamaluddin bin Ki Gede Ing Ilir. Pemberian nama Kemas/Ki Mas/Kyai Mas di mulai pada masa ini. Mas berarti Yang Mulia. Seluruh putra-putri Kemas Anom Dipati Jamaluddin diberi nama sesuai dengan nama orang tuanya. Namun ketika Kemas Anom Dipati Jamaluddin naik tahta ia masih diberi gelar mengikuti gelar pamannya yaitu Ki Gede Ing Suro (Mudo) untuk menghormati pamannya tersebut. Inilah masa terakhir digunakannya gelar Ki Gede sebagai gelar pembesar kerajaan.
Kemudian setelah itu Ki Gede Ing Suro (Mudo) atau Kemas Anom Dipati Jamaluddin mewariskan tahta kerajaan kepada putranya yang bernama Kemas Dipati. Namun gelar Kemas untuk penguasa kerajaan Palembang ini pun tidak bertahan terlalu lama. Ketika Palembang mulai berada dibawah kekuasaan Kesultanan Mataram, gelar yang digunakan oleh pewaris tahta kerajaan adalah gelar Pangeran. Gelar Pangeran berarti yang memerintah. Gelar ini diberikan kepada anak laki-laki dari Raja. Tetapi gelar ini tidak otomatis, artinya gelar hanya diberikan atas perkenan Raja. Oleh karena itu gelar ini sering juga diberikan raja kepada orang yang dikehendakinya. Sementara putra-putra raja yang lain masih tetap diberikan gelar Kemas.
Perlu menjadi catatan, bahwa pada masa itu tradisi pemakaian gelar berdasarkan sistem “Bilateral” yaitu sistem kekerabatan yang memakai salah satu dari dua garis keturunan dari Bapak/Ibu (garis Laki-laki/Wanita) tradisi dan Budaya Jawa.
Perubahan gelar penguasa dan keturunan palembang mulai terjadi dimasa kekuasaan Pangeran Ratu Jamaluddin Mangkurat V (Sedo Ing Pasarean) bin Tumenggung Manco Negaro. Sebagai keturunan dari penguasa Jawa, yaitu Prabu Satmata Muhammad ‘Ainul Yaqin (Sunan Giri/Raden Paku) ia mulai menggunakan pemberian gelar Raden dan Raden Ayu kepada sebagian putra-putrinya. Apalagi ditunjang pernikahannya dengan keturunan Panembahan Kalinyamat yang masih memiliki hubungan kerabat dengan Kesultanan Mataram. Meskipun begitu, sebagian putra-putrinya yang lain masih diberikan gelar Kemas maupun Masayu.
Puncaknya perubahan gelar dan struktur kerajaan Palembang terjadi dimasa kekuasaan Pangeran Ario Kesumo Abdurrohim (Kemas Hindi). Karena merasa bahwa dukungan dari Kesultanan Mataram sudah mulai berkurang dalam menghadapi serbuan kerajaan lain, maka beliau mengambil keputusan untuk memisahkan diri dari kekuasaan Kesultanan Mataram serta memproklamirkan berdirinya Kesultanan Palembang Darussalam dengan gelar Sultan. Lalu kepada anak-anaknya beliau memberikan gelar Raden dan Raden Ayu. Sedangkan untuk Putra Mahkota gelar yang Tertinggi adalah Pangeran Ratu (Biasanya anak laki-laki tertua dari Sultan). Namun demikian pernah terjadi Sultan memberi gelar anak laki-lakinya yang tertua dengan gelar Pangeran Adipati atau Prabu Anom . Gelar Pangeran Adipati dipakai oleh anak tertua dari Sultan Abdurrahman yang tidak sempat menjadi raja, dan kedudukannya digantikan oleh adiknya Pangeran Aria (Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago) dan pada tahun 1821-1825 pemberian dan pemakaian gelar Prabu Anom dilakukan Oleh Sultan Ahmad Najamuddin II (Husin Dhiauddin). Hal ini dilakukan karena anak laki-laki dari saudaranya yang tertua (anak Sultan Mahmud Badaruddin II) yang masih hidup telah memakai gelar Pangeran Ratu. Gelar Prabu adalah gelar yang diberikan kepada anak laki-laki Sultan ketika sultan sedang berkuasa.
Mengenai pemakaian gelar Ratu, gelar ini biasanya diberikan kepada Putri Raja yang naik tahta atau Permaisuri (Istri raja) yang disebut dengan Panggilan Ratu Agung atau Ratu Sepuh. Selain itu gelar ini juga diberikan kepada keempat isteri pendamping, karena pada umumnya raja memiliki istri lebih dari satu tetapi bukan selir.Selain Ratu Sepuh ratu-ratu yang lain diberi gelar tambahan/memiliki panggilan tersendiri seperti Ratu Gading, Ratu Mas. Ratu Sepuh Asma, Ratu Ulu, Ratu Ilir, dsb).
——————————————————————————————–
Oleh: Megatian Ananda Kemas, S.psi
Sumber: dirangkum dari berbagai sumber

Nasab Keluarga Besar Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam 

Sejarah Palembang Darussalam.
Tags: ,
26 comments
Nasab Keluarga Besar Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam
Cerita ini bermula ketika ada seorang ahli nasab dari kalangan Hadhrami, yakni yang bernama Sayyid Ali bin Ja’far Assegaf, mengadakan cacah jiwa pertama kali pada tahun 1932 dari daerah ke daerah. Pada perjalanannya tersebut, beliau menemukan silsilah pada seorang keturunan bangsawan Palembang yang menggambarkan jalur silsilah bangsawan Kesultanan Palembang Darussalam hingga ke Nabi Muhammad SAW. Sebagian catatan tersebut kini tersimpan pada lembaga Maktab Daimi, namun tak banyak dari kalangan keturunan bangsawan Palembang Darussalam yang tahu.
Memang sudah menjadi suatu kebiasaan pada keluarga keturunan bangsawan Palembang Darussalam untuk mencatatkan silsilah keluarga mereka dan mewariskannya dari generasi ke generasi. Hanya saja kebiasaan tersebut mulai berkurang di masa sekarang ini, dan hanya sebagian kecil saja yang masih peduli dengan silsilah keluarganya bahkan lembaran-lembaran naskah silsilah keluarganya sudah banyak yang rusak atau hilang entah kemana.
Oleh karena itu, berawal dari rasa kepedulian tentang sejarah keluarga zuriat Kesultanan Palembang Darussalam, saya dibantu dengan beberapa sahabat dari zuriat Kesultanan Palembang Darussalam mulai melakukan pengumpulan naskah-naskah silsilah tersebut agar dapat didata serta diperbaharui catatannya.
Berikut adalah senarai jalur-jalur silsilah keturunan bangsawan Palembang Darussalam hingga kepada Nabi Muhammad SAW:
Gelar Raden-Raden Ayu dan Masagus-Masayu :
1. Dari jalur keturunan Susuhunan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayyidil Iman bin Pangeran Ratu Jamaluddin Mangkurat V (Sedo Ing Pasarean) turunan Sunan Giri Azmatkhan Al-Husaini*1
2. Dari jalur Pangeran Mangkubumi Nembing Kapal bin Raden Santri (Pangeran Purbanegara) bin Kemas Pati bin Panembahan Bawah Sawoh dari Kerajaan Jambi.
Gelar Kemas-Nyimas:
1. Dari jalur keturunan Ki Gede Ing Suro Mudo (Kemas Anom Dipati Jamaluddin) bin Ki Gede Ing Ilir bin Pangeran Sedo Ing Lautan (tautan ke Sunan Gunung Jati & Sunan Ampel)*2
2. Dari jalur keturunan Kemas Tumenggung Yudapati bin Pangeran Ratu Jamaluddin Mangkurat V (Sedo Ing Pasarean) turunan Sunan Giri Azmatkhan Al-Husaini*1
3. Dari jalur keturunan Tumenggung Nagawangsa Ki Mas Abdul Aziz bin Pangeran Fatahillah Azmatkhan Al-Husaini
4. Dari jalur keturunan Mas Syahid (Amir Hamzah) bin Sunan Kudus (Ja’far As Shadiq) Azmatkhan Al-Husaini
5. Dari jalur keturunan Mas H. Talang Pati dan Mas H. Abdullah Kewiran bin Raden Santri bin Raden Umar Said (Sunan Muria) bin Raden Joko Said (Sunan Kalijaga)
Gelar Kiagus-Nyayu :
1. Dari jalur keturunan Kemas Tumenggung Yudapati bin Pangeran Ratu Jamaluddin Mangkurat V (Sedo Ing Pasarean) turunan Sunan Giri Azmatkhan Al-Husaini*1
2. Dari jalur keturunan Ki Bagus Abdurrohman bin Pangeran Fatahillah Azmatkhan Al-Husaini
3. Dari jalur keturunan Kiagus Yahya bin Pangeran Purbaya bin Raden Sutawijaya Panembahan Senopati Ing Alaga
4. Dari jalur keturunan Tuan Faqih Jalaluddin Azmatkhan Al-Husaini*3
Rincian Nasab *1:
Pangeran Ratu Jamaluddin Mangkurat V (Muhammad Ali Sedo Ing Pasarean) bin
Tumenggung Manco Negaro (Maulana Fadlullah) bin
Pangeran Adipati Sumedang (Maulana Abdullah) bin
Pangeran Wiro Kesumo Cirebon (Ali Kusumowiro/Muhammad Ali Nurdin/Sunan Sedo Ing Margi) bin
Sunan Giri / Muhammad ‘Ainul Yaqin (bin Maulana Ishaq bin Ibrahim Asmara bin Husein Jamaluddin Akbar Azmatkhan Al-Husaini)
Rincian Nasab*2 :
Ki Gede Ing Suro Mudo (Kemas Anom Dipati Jamaluddin) bin
Ki Gede Ing Ilir bin
Pangeran Sedo Ing Lautan bin
Pangeran Surabaya bin
Pangeran Kediri bin
Panembahan Perwata (beribukan Ratu Pembayun binti Sunan Kalijaga + Dewi Sarokah binti Sunan Gunung Jati) bin
Sultan Trenggana (bribukan Dewi Murtasimah binti Sunan Ampel) bin
Raden Patah
Rincian Nasab*3 :
Tuan Syekh Faqih Jalaluddin bin
Mas Raden Kamaluddin Jamaluddin bin
Mas Raden Fadhil bin
Pangeran Panembahan Muhammad Mansyur bin
Kyai Gusti Dewa Agung Krama bin
Sunan Kerta Sari bin
Sunan Lembayun bin
Sunan Krama Dewa bin
Sembahan Dewa Agung Fadhil bin
Sayyid Sembahan Dewa Agung bin
Sayyid Husain Jamaluddin Akbar Azmatkhan Al-Husaini
Baik Fatahillah,Sunan Giri, Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Krama Dewa merupakan Turunan Sayyid Husain Jamaluddin Akbar Azmatkhan Al-Husaini yang nasabnya :
Sayyid Husain Jamaluddin Akbar bin
• Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin bin
• Sayyid Abdullah AZMATKHAN AL-HUSAINI bin
• Sayyid Abdul Malik AZMATKHAN AL-HUSAINI bin
• Sayyid Alawi ‘Ammil Faqih bin
• Muhammad Shahib Mirbath bin
• Ali Khali Qasam bin
• Alwi bin
• Muhammad bin
• Alwi bin
• Ubaidillah bin
• Ahmad al-Muhajir bin
• Isa bin
• Muhammad bin
• Ali Al-Uraidh bin
• Ja’far Shadiq bin
• Muhammad Al-Baqir bin
• Ali Zainal Abidin bin
• Imam Husein (bin Ali bin Abi Thalib bin Abdul Mutholib)
• Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad SAW bin Abdullah bin Abdul Mutholib