Djogdja Tempo Doeloe - GAMBAR DENAH BENTENG DALAM STRATEGI BENTENG STELSEL BELANDA
Belanda adalah negara yang tidak luas wilayahnya. Bahkan luas negara ini tidak lebih luas daripada Jawa Barat. Akan tetapi negara kecil nun jauh di sana itu ternyata mampu menguasai hampir seluruh wilayah Nusantara selama kurang lebih 3 abad lamanya. Apa yang menjadi kekuatan dari negara kecil ini ? Tentu saja otaknya !
Perang Jawa atau Perang Diponegoro (1825-1830) telah menimbulkan kecemasan besar bagi Belanda waktu itu. Sekalipun negara ini bisa merekrut orang pribumi untuk melawan pasukan Diponegoro, namun apa yang dilakukan Belanda tidak dapat segera membawa hasil. Berbagai cara ditempuh Belanda. Termasuk mempengaruhi para elit Jawa dengan berbagai iming-iming dan hadiah. Apa yang dilakukannya itu lambat laun memang membawa hasil. Selain dengan bujuk rayu, Belanda juga melakukan berbagai tekanan. Strategi ini juga membawa banyak hasil. Bahkan kelak Pangeran Diponegoro dapat ditangkap berkat bujuk rayu plus kelicikan yang dilakukan Belanda.
Satu strategi perang yang juga berandil besar dalam menghambat pergerakan pasukan Diponegoro adalah dengan diterapkannya strategi atau sistem benteng stelsel oleh Belanda. Strategi ini diterapkan dengan mendirikan benteng baru di setiap wilayah yang berhasil dikuasai Belanda. Keberadaan ini penting untuk mengontrol dan mengendalikan wilayah yang dikuasai sehingga wilayah tersebut tidak bisa lagi digunakan sebagai pos atau kantung-kantung perlawanan pasukan Diponegoro yang menerapkan strategi perang gerilya.
Benteng stelsel yang diterapkan Belanda ini tak urung menghasilkan sekitar 165 benteng baru yang tersebar di seluruh Jawa, khususnya Jawa Tengah (tentu saja termasuk Yogyakarta) dan Jawa Timur waktu itu. Dengan demikian, dapat dibayangkan sendiri bagaimana kira-kira pergerakan pasukan Diponegoro dengan adanya benteng Belanda sebanyak itu.
Kini tidak semua benteng tersebut lestari. Banyak yang sudah rusak atau bahkan tidak ada bekasnya sama sekali. Beberapa benteng yang masih bisa disebut misalnya Benteng Van der Wijck di Kebumen, Benteng Willem di Ambarawa, Benteng Oranje di Semarang (sudah ruask parah), dan berbagai benteng di tempat lain.
Berikut ini disajikan denah atau plan gambar benteng yang akan didirikan di Klaten dan Pekalongan saat itu. Melihat plan tersebut tentu sudah bisa dibayangkan bagaimana kira-kira bentuk benteng tersebut. Ternyata bentuk masing-masing benteng antara yang satu dengan yang lain bisa sangat berbeda. Hal ini tentu didasarkan pada keletakan atau lahan yang akan ditempati benteng tersebut. Semuanya disesuaikan dengan hal itu.
Apakah benteng yang dibangun berdasarkan plan ini masih berdiri atau tidak, tidak ada informasi yang valid yang bisa didapatkan. Apakah benteng tersebut memang jadi didirikan atau tidak, juga belum diketahui dengan pasti. Hanya saja plan ini telah menunjukkan bahwa Belanda memang serius betul dalam menangani perang yang terjadi waktu itu. Plan-plan semacam ini juga menunjukkan bagaimana rapi dan telitinya Belanda dalam menangani kasus atau hal-hal yang mesti dihadapinya. Perancangan yang matang dengan melihat kondisi atau kenyataan di lapangan akan menunjang tingkat keberhasilan tujuan menjadi lebih besar dan meyakinkan. Terbukti benteng stelsel memang berhasil memutus sekian banyak jaringan informasi dan pergerakan pasukan Diponegoro. Pemecahbelahan wilayah dengan sistem benteng stelsel ini berperan besar dalam menunjang pelemahan kekuatan Diponegoro.
a sartono
sumber: P.J.F. Louw, t.t., Kaarten en Teekeningen Behoorende bij De Java-Oorlog van 1825-1830.