Djogdja Tempo Doeloe - GAPURA MASJID MATARAM KOTAGEDE DI MASA LALU
Keraton Mataram Kotagede kira-kira didirikan pada awal akhir abad ke-15. Segera setelah keraton ini berdiri Senapati selaku penguasanya mengembangkan sayap. Berkembanglah kemudian Kerajaan Mataram Islam yang kelak mengalami pasang surut dan perpecahannya sehingga terbentuklah Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Kadipaten Mangkunegaran, dan Kadipaten Paku Alaman.
Kini bekas Keraton Mataram Kotagede itu bisa dikatakan tinggal kompleks masjid, makam, sendang, sisa benteng, dan toponimi. Jadi, bayangan atau imajinasi wujud bangunan keratonnya sendiri pada kepala masing-masing orang bisa berbeda-beda karena gambar, foto, atau wujud fisiknya memang tidak pernah dikenali lagi.
Kompleks Masjid Agung Mataram Kotagede dengan kompleks makamnya hanya dipisahkan oleh tembok yang membujur ke arah barat-timur. Hingga kini kompleks ini menjadi objek kunjungan wisata sejarah budaya dan wisata ziarah (spiritual). Struktur utama dari kompleks tersebut mungkin tidak atau sedikit sekali mengalami perubahan. Akan tetapi tampilan atau perwajahannya mungkin tidak lagi seperti ketika kompleks tersebut selesai dibangun di zamannya.
Pepohonan di depan gerbang kompleks tersebut dulunya mungkin memang tidak rimbun. Selain itu di depan gapura tersebut pada masa lalu boleh dipastikan tidak ada bangunan berupa rumah permanen. Kini bangunan rumah permanen seolah saling menghimpit dengan kompleks tersebut. Bahkan di situs-situs yang lain di seputaran Kotagede itu juga demikian padat dengan pemukiman penduduk. Apa boleh buat.
Foto yang ditampilkan Tembi ini menggambarkan suasana di depan gerbang atau gapura kompleks Masjid-Makam Mataram Kotagede. Suasananya masih kelihatan lengang dan lapang. Tidak ada rumah atau bangunan untuk pemukiman di depan gapura tersebut. Pepohonannya pun kelihatan jarang dan bahkan meranggas. Lain dengan kondisi sekarang dimana di sudut selatan atau di kiri sebelum masuk pintu gapura terdapat pohon beringin besar yang daun dan percabangannya tumbuh lebat.
Kalau di dalam foto tersebut kelihatan bahwa tempat menunggu atau pos jaga para jurukunci (abdi) kelihatan bersih dan lapang, maka pada saat ini hal itu mungkin tidak akan kita temukan lagi. Tanah relatif luas di seputaran pos jaga itu pada saat ini sudah sering digunakan untuk parkir kendaraan. Atap (genteng) dari pos jaga itu juga memiliki pola atau motif khas Keraton Mataram yakni wajik. Kini atap semacam itu mungkin tidak akan kita temukan lagi di tempat tersebut. Kecuali itu, para abdi dalem atau pengunjung tempat itu di masa lalu hampir selalu mengenakan pakaian tradisioanal Jawa. Hal ini pun mungkin tidak akan kita temukan lagi di saat ini.
Bagi Anda yang pernah mengunjungi kompleks Masjid-Makam Mataram Kotagede ini mungkin akan dapat merasakan perbedaannya.
a sartono
sumber: Europese Bibliotheek-Zaltbommel, 1970, De Javaansche Vorstenlanden in Oude Ansichten, Amsterdam: De Bussy Ellerman Harms, n.v.