Djogdja Tempo Doeloe - PENGHISAP CANDU DI MASA LALU
    Candu     bagi masyarakat Jawa masa lalu, khususnya pada abad-abad ke tujuh     belas kemari merupakan barang yang tidak asing lagi. Hal tersebut     terjadi karena Belanda menjadikan candu sebagai komoditas dagang     untuk dimonopoli dan dijadikan objek pajak. Masuknya candu di Jawa     ini dapat dengan segera menjadi bahan yang banyak dicari orang. Hal     demikian terjadi karena peredaran candu di Jawa waktu itu relatif     sangat mudah. Selain itu, candu juga menjadi barang yang menunjukkan     gaya hidup elitis atau modern di masa itu. Pendeknya, hampir selalu     disuguhkan dalam perjamuan-perjamuan orang-orang besar (kaya). Gaya     hidup yang demikian menular juga pada masyarakat biasa. Artinya     masyarakat biasa pun bisa mengkonsumsi candu meskipun dalam kualitas     dan jumlah yang rendah. Meluasnya peredaran candu ini ditegaskan     dengan sebuah laporan yang menyatakan bahwa satu di antara 20 orang     Jawa adalah penghisap candu. Hanya saja di daerah Banten dan     Pasundan peredaran candu relatif lebih sedikit. Hal ini dikarenakan     oleh pengaruh kuatnya agama Islam di wilayah itu. 
Peredaran candu di Jawa menggelembungkan pundi-pundi para pengedar, pengolah, dan saudagar-saudagar candu yang hampir 90 prosen dikuasai oleh pihak kolonial Belanda dan imigran-imigran Cina.
Gambar di samping ini     menunjukkan bagaimana suasana orang yang tergantung atau kecanduan     candu. Kedua orang dalam gambar tersebut kelihatan memegang alat     penghisap candu yang di Jawa dikenal dengan nama bedudan. Cara     menggunakan alat tersebut adalah dengan meletakkan keping atau     butiran candu ke dalam sebuah wadah kecil di ujung tangkai bedudan.     Candu tersebut kemudian dibakar. Sedangkan wadah kecil menyerupai    bentuk     kuali seukuran gelas sloki tersebut mempunyai lubang di bagian     bawahnya yang langsung berhubungan dengan lubang pada tangkai     bedudan. Melalui lubang tersebut asap hasil pembakaran candu     kemudain dihisap seperti orang mengisap asap rokok. Selang beberapa     detik kemudian orang yang menghisap candu pun akan merasakan efeknya     yang konon seperti fly. 
Banyak orang beranggapan bahwa dengan menghisap candu orang akan merasa lebih bugar, semangat, dan percaya diri. Kecuali itu orang juga akan mendapatkan fantasi-fantasi khayali di dalam pikiran dan perasaannya sehingga ia akan merasakan sebuah pengalaman kejiwaan yang luar biasa yang tidak mungkin didapatkannya di alam sadar dan sehat tanpa candu. Hal-hal demikianlah yang membuat orang kemudian kencanduan candu.
Umumnya orang pecandu candu akan segera menurun kualitas kesehatan tubuhnya. Ia menjadi pemalas, kurus, kotor, dan relatif tidak terurus lagi kondisi tubuhnya. Efek yang sama juga terjadi pada jenis candu gaya baru yang beredar di sekitar kita sekarang yang dikenal dengan nama narkoba dengan berbagai jenis atau variannya.
Gambar di atas menunjukkan bagaimana kondisi tubuh penghisap candu. Kondisi atau gambaran semacam itu relatif mudah disaksikan di Jawa (termasuk Yogyakarta) pada masa lalu, khususnya pada zaman Belanda bergiat memonopoli perdagangan serta mengkolonisasi wilayah nusantara.
a.sartono
   sumber: James R. Rush, 2000, Opium to Java, Yogyakarta: Mata Bangsa.     Majalah Kadjawen Edisi 12 Maret 1930, Tahun V, halaman 327
 
