Minggu, 17 Juli 2011

Djogdja Tempo Doeloe - TANDU: KENDARAAN ELIT DI MASA LALU

Perpindahan atau mobilitas manusia pada mulanya hanya ditentukan oleh kedua kakinya. Ketika kaki tidak lagi kuat menjangkau jarak yang panjang atau jauh, maka digunakanlah hewan sebagai tunggangan. Artinya, kaki manusia digantikan oleh kaki hewan yang mendukungnya. Katakanlah kuda, keledai, bahkan sapi, gajah, atau kerbau pernah dan mungkin masih menjadi sarana transportasi bagi manusia.

Kecuali dengan menggunakan punggung hewan tunggangan, manusia juga menciptakan tandu untuk memindahkan manusia (mungkin juga barang dan hewan) ke tempat lain. Pada bentuk awalnya mungkin tandu hanyalah merupakan alat usung yang dipikul oleh dua orang serta bentuknya pun mungkin hanya merupakan dua buah kayu atau bambu panjang yang bagian tengahnya diikat atau disatukan dengan bambu lain dalam posisi melintang atau saling silang sehingga kuat dan tidak goyah sewaktu digunakan untuk membawa barang.

Akan tetapi dalam perjalanan sejarahnya, tandu juga menjadi sarana transportasi yang prestisius. Tandu dibentuk sedemikian rupa sehingga berbentuk ruang/tempat duduk beratap, berkursi, dan berpenutup di bagian kanan kiri maupun muka belakang. Tidak jarang tandu juga memiliki pintu. Bahkan banyak tandu yang dibuat berukir dengan hiasan yang sangat indah. Contoh tandu yang demikian itu dapat dilihat misalnya di kraton-kraton di Jawa.

Oleh karena itu pula tandu pada masanya menjadi sarana transportasi yang hanya dimiliki oleh kaum berpunya atau ningrat. Rakyat kebanyakan tidak diperbolehkan memiliki tandu. Pendeknya, tandu identik dengan kedudukan tinggi, mewah, dan kekuasaan. Hal demikian itu dipertegas juga dengan adanya pengusung-pengusung tandu yang memang diupah untuk pekerjaan itu, yang kebanyakan juga merangkap sebagai abdi orang yang bersangkutan.

Perjalanan seorang putri dari istana menuju tempat yang jauh sering dilakukan dengan menggunakan tandu. Hal itu dilakukan untuk menjaga keselamatan dan kesehatan putri itu sendiri. Kecuali itu tandu juga berfungsi untuk menjaga kehormatan putri atau orang yang bersangkutan. Bukan hanya putri, namun tandu juga sering digunakan untuk mengusung raja, adipati, pangeran, boyongan, dan sebagainya. Hal demikian menjadi lazim di zaman kerajaan-kerajaan di Nusantara masih berjaya.

Tandu juga digunakan oleh orang-orang Barat untuk mobilitas mereka. Hal demikian menjadi lazim di tanah-tanah jajahan mereka termasuk Yogyakarta, lebih-lebih waktu itu kendaraan bermesin masih sangat jarang. Selain itu jalan atau medan yang sulit yang tidak memungkinkan dilalui dengan kendaraan beroda masih dapat dilakukan dengan tandu yang dipikul orang.

Gambar di atas menunjukkan bagaimana wujud dan fungsi tandu di masa lalu. Umumnya tandu dipikul oleh 4 orang. Akan tetapi dapat dilakukan pula oleh 8 orang atau 12 orang, mungkin juga lebih. Tandu demikian pada masanya lazim ditemukan di sekitar pusat-pusat kerajaan (kekuasaan) atau pemerintahan kolonial.

sartono
Sumber: Europese Bibliotheek-Zaltbommel/Nederland, 1970, Nederlandsch-Indie In Oude Ansichten, hlm. 60.