Djogdja Tempo Doeloe - TONIL KETOPRAK TOBONG PADA MASA LALU
Kesenian Ketoprak dalam tampilannya yang sederhana mungkin dapat dilacak keberadaannya sejak tahun 1920-an, atau bahkan jauh sebelum itu. Dalam perjalanannya kesenian tradisional ini mengalami banyak perkembangan. Pada tahun 1960-1980-an jenis kesenian ini bahkan menjadi salah satu kesenian tradisional yang cukup menyita perhatian penggemarnya. Kehadiran Ketoprak Tobong di berbagai pedusunan di Jawa Tengah dan DIY pada tahun-tahun tersebut turut menyemarakkan kehidupan kesenian ini dan tentu saja, bersama dengan seniman-senimannya.
Kemajuan teknologi yang dalam hal ini berkaitan erat dengan tata lampu, tata panggung, dan apa yang disebut sebagai tonil turut memberi sentuhan estetika yang menarik bagi kesenian ini. Pertonilan bahkan kemudian menjadi unsure yang tidak bisa ditinggalkan oleh Ketoprak Tobong. Tonil yang dipadukan dengan tata lampu demikian penting karena terbukti mampu memberikan sentuhan suasana atau latar belakang pengadeganan dengan baik. Misalnya adegan di tengah hutan, di dalam kraton, di dalam pagelaran kraton, di dalam rumah pedesaan, bahkan di alam kubur dapat ditampilkan dengan teknik pertonilan ini.
Tonil yang pada intinya lebih mengandalkan pada lukisan realis menjadikan seniman lukis turut berperan dalam pementasan Ketoprak Tobong. Bahkan tampilan tobong pada dinding muka juga diberi lukisan yang menumbuhkan ingatan orang akan candi, kraton, dan sebagainya.
Tonil yang pada intinya adalah berupa lukisan besar yang dapat digulung dan digelar dengan sistem roda (roll) dapat disusun urut-urutannya sesuai dengan pengadeganan yang direncanakan sutradara ketoprak. Misalnya pada adegan pembukaan penonton akan disuguhi tari gambyong sebagai tari sambutan atau ucapan selamat datang, maka roll atau gulungan lukisan yang dibuka pertama kali adalah lukisan suasana di sebuah pagelaran kraton atau di pendapa sebuah kadipaten. Jadi seolah-olah penari tersebut menari di pagelaran kraton atau di pendapa kadipaten. Usai itu barulah pementasan ketoprak yang sesungguhnya dimulai.
Ilustrasi berikut menunjukkan foto tarian sambutan selamat datang pada penonton Ketoprak Tobong. Perhatikan detail latar belakangnya yang merupakan hasil kemajuan teknologi pertonilan yang dipasukan dengan lukisan realis sebuah pagelaran kraton. Setting atau latar belakang lukisan (tonil) tersebut kelihatan mampu menunjukkan suasan pagelaran kraton seperti keadaan yang sebenarnya. Hal semacam ini pada masa lalu menjadi tontonan yang sangat disukai di Jawa (termasuk Yogyakarta). Tidak mengherankan jika pada masa lalu ada beberapa kelompok Ketoprak Tobong yang terus melakukan pentas berkeliling untuk memberikan hiburan kepada masyarakat sekaligus menangguk untuk daripadanya.
Kini Ketoprak Tobong yang masih bertahan mungkin sudah sangat sulit kita temukan. Barangkali indahnya dunia tonil semacam ilustrasi tersebut di atas tidak akan pernah dapat kita saksikan lagi.
sartono
sumber: Europese Bibliotheek-Zaltbommel, 1970, De Javaansche Vorstenlanden in Oude Ansichten, Amsterdam: De Bussy Ellerman Harms n.v.