Minggu, 17 Juli 2011

Djogdja Tempo Doeloe - CANDI SEWU DULU DAN KINI

Ada begitu banyak candi di wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Belum semuanya tergali, terbaca, dan terungkapkan latar belakang kesejarahannya. Kekayaan berupa peninggalan candi-candi ini menunjukkan bahwa nenek moyang kita di masa lampau telah memiliki peradaban yang maju. Sayangnya kita yang hidup di masa kini merasa lebih beradab daripada mereka. Padahal pada sisi-sisi tertentu kemungkinan besar kita justru lebih tidak beradab daripada mereka.

Salah satu peninggalan sejarah masa lalu yang dapat kita saksikan adalah Candi Sewu yang terletak di Dusun Bener, Desa/Kalurahan Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. Pada saat ini Kompleks Candi Sewu termasuk dalam Kawasan Taman Wisata Candi Prambanan.

Keletakannya yang demikian dekat dengan wilayah DIY sekaligus memangku jalan Yogya-Solo menjadikan kompleks Candi Prambanan-Sewu menjadi salah satu faktor yang memajukan sisi pariwisata DIY. Keletakan semacam itu membuat sektor pariwisata tidak bisa dikelola secara lokal belaka.

Kompleks Candi Sewu terdiri atas 1 candi induk dan 8 bangunan candi apit dan 240 candi perwara, 8 pasang arca Dwarapala yang saling berhadapan dan mengapit jalan masuk menuju ke kompleks candi. Denah Candi Sewu adalah konsentris, yaitu candiinduk berada di tengah (pusat) dikelilingi oleh 4 deret candi perwara yang diletakkan secara simetris. Sedangkan ke 8 candi apit diletakkan berpasang-psangan di antara deret II dan III menjadi 4 pasang yang mengapit jalam masuk menuju ke candi induk (bangunan utama).

Kompleks Candi Sewu diperkirakan dibangun pada abad ke-8. Perkiraan ini didasarkan pada prasasti batu yang pernah ditemukan di kompleks Candi Sewu pada tahun 1960. Di dalam prasasti tersebut diceritakan tentang penyempurnaan tempat suci yang bernama Manjusrigrha pada tahun 714 Saka atau 792 masehi. Tempat yang disebut di dalam prasasti tersebut adalah nama asli dari Candi Sewu. Manjusrigrha dapat diartikan sebagai rumah atau istana Manjusri, yakni salah satu dewa dalam agama Budha. Berdasarkan hal itu dapat diambil kesimpulan bahwa Candi Sewu dibangun oleh raja Mataram Kuna dari Dinasti Syailendra yang memerintah pada zaman itu yakni Rakai Pangkaran dan Rakai Panaraban.

Penelitian yang lebih lengkap atas Candi Sewu ini pernah dilakukan oleh SPSP Propinsi Jawa Tengah sejak tahun 1981. Penelitian tersebut diawali dengan studi kelayakan untuk mempersiapkan pemugaran. Setelah itu pemugaran total terhadap candi induk dilakukan oleh Proyek Pelestarian / Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala dengan Tahun Anggaran 1981/1982 sampai dengan 1992/1993. Pemugaran yang sudah dilakukan sampai dengan tahun 2006 adalah bangunan candi induk, candi apit no. 6 dan no. 8 serta candi perwara deret I no. 3, 7, 20, dan 22, candi perwara deret II no. 39, candi perwara deret III no. 49, candi perwara deret IV no. 64 serta 8 buah arca dwarapala.

Berikut ini disajikan foto Candi Sewu yang terdapat dalam buku De Javaansche Vosrtenlanden in Oude Ansichten yang diterbitkan tahun 1970 di Amsterdam oleh N.V. De Bussy Ellerman Harms. Tidak diketahui kapan persisnya foto itu dibuat. Kemungkinan besar sekitar tahun 1914-1918.

Foto berikutnya adalah foto yang dibuat oleh Tembi pada tahun 2008. Jika kita membandingkan kedua foto tersebut maka akan kelihatan jelas figur candi sebelum dan setelah mengalami pemugaran. Dari foto lama ke foto baru kita diajak untuk merentang dan merunut sejarah perjalanannya. Bahkan mengkonstruksi dalam pikiran, bagaimana kira-kira wujud candi itu pada masa berdirinya dahulu kala. Bagaimana kira-kira kehidupan sosial masyarakatnya nun di kala itu. Barangkali salah satu dari anggota masyarakatnya adalah leluhur kita sendiri yang daripadanya secara turun-temurun kita menjadi ada di sini, di bumi yang kita pijak.

a sartono
sumber: Europese Bibliotheek-Zaltbommel, 1970, De Javaansche Vorstenlanden in Oude Ansichten, Amsterdam: De Bussy Ellerman Harms, n.v.