Minggu, 17 Juli 2011

Djogdja Tempo Doeloe - KENTONGAN, ALAT KOMUNIKASI DI MASA LALU

Alat komunikasi merupakan alat yang sangat vital dalam kehidupan manusia sejak manusia hidup di dunia. Hal yang demikian disebabkan oleh karena tidak ada satu manusia pun yang tidak membutuhkan manusia lain. Dalam skala yang sangat sederhana, alat komunikasi antarmanusia mungkin bisa dilihat pada bahasa isyarat. Pada tataran selanjutnya mungkin pada bahasa lisan yang dikeluarkan melalui alat ucap (mulut).

Dalam perkembangannya alat komunikasi diwujudkan dalam berbagai bentuk. Ada telepon, surat, e-mail, handphone, interkom, HT, dan sebagainya. Dalam skala yang lebih sederhana kentongan merupakan alat komukasi yang efektif pada masanya. Pada masa-masa listrik belum masuk desa, kentongan menjadi alat komunikasi yang begitu diandalkan.

Melalui kentongan inilah sebuah komunitas, katakanlah desa bisa menjalin komunikasi dan jaringannya bisa menjangkau seluruh rumah bahkan seluruh orang yang tinggal di desa yang bersangkutan, asalkan orang-orang yang bersangkutan memahami sistem dan perangkat komunikasi ini.

Di Yogyakarta, Jawa, bahkan di luar Jawa kentongan atau alat bunyi-bunyian lain juga banyak digunakan sebagai perangkat atau alat komunikasi. Untuk Yogyakarta, alat komunikasi berupa kentongan yang dulunya dapat ditemukan di semua rumah warga mungkin masih bisa didapatkan, setidaknya di pos-pos gardu atau poskamling. Akan tetapi keberadaan alat ini nyaris tidak lagi digunakan (dibunyikan).

Pada masanya kentongan bisa digunakan sebagai penanda berita atau peristiwa akan kematian, kedatangan orang asing, datangnya musibah, adanya pencuri, tertangkapnya pencuri, dan lain-lain. Untuk menandai tentang berita kematian misalnya, tokoh desa (dukuh/jagabaya) cukup membunyikan kentongan besar (milik desa) dengan irama tertentu. Kentongan besar ini biasanya memiliki suara yang berbeda dengan suara kentongan yang dimiliki oleh warga pada umumnya karena kentongan milik warga biasanya berukuran kecil karena biasanya terbuat dari tonggak bambu atau satu ruas bambu.

Dengan kentongan besar yang umumnya terbuat dari satu potong gelondongan kayu atau tonggak pohon kelapa, maka bunyi kentongan yang dihasilkannya akan terdengar lebih besar (gandem) dan gemanya terasa jauh. Jika bunyi kentongan semacam ini terdengar, umumnya warga desa akan memasang pendengarannya baik-baik. Jika yang didengar adalah irama tertentu, itu artinya ada kematian. Jika yang terdengar adalah irama titir, yang biasanya berbunyi cepat tong-tong-tong-tong.... nyaris tanpa putus, itu artinya ada musibah datang (banjir, gempa, kebakaran, perampokan, dan lain-lain).

Dengan demikian, warga desa pun mesti paham dengan irama atau sistem komposisi bunyi dari kentongan yang ada di komunitasnya. Dengan hanya mendengar bunyi kentongan seperti itu warga desa akan segera tahu apa yang seharusnya mereka lakukan saat itu. Kini, kentongan mungkin tinggal menjadi hiasan atau pada 20 tahun ke depan ia akan menjadi barang antik. Kentongan telah tergantikan oleh HP, e-mail, telepon, dan sebagainya. Foto di atas menunjukkan bagaimana kentongan besa (milik desa) menjadi alat komunikasi yang sungguh penting di masa itu.

a.nosarto
Sumber: K.T. Satake, 1935, Camera-Beelden van Sumatra, Java, & Bali, Middlesbrough: Hood & Co. Ltd.