Minggu, 17 Juli 2011

Djogdja Tempo Doeloe - TAMAN BUDAYA YOGYAKARTA

TAMAN BUDAYA YOGYAKARTA: DULU DAN KINI

Bagi seniman dan budayawan bahkan bagi pelajar dan mahasiswa, nama Taman Budaya bukan merupakan nama yang asing lagi. Nama itu menunjuk pada sebuah kompleks bangunan yang mula-mula berdiri di sisi selatan Lapangan Pancasila UGM. Taman Budaya yang kemudian dilengkapi dengan nama Purna Budaya itu tidak bisa disangkal menjadi salah satu ikon bagi kesenian di Yogyakarta.

Taman Budaya didirikan karena timbulnya sebuah gagasan dari Ida Bagus Mantra, yang pernah memegang jabatan Direktur Jenderal Kepbudayaan pada tahun 1970-an. Gagasan itu timbul setelah beliau melanglang buana. Di berbagai belahan dunia itulah beliau menjumpai pusat-pusat kebudayaan atau kesenian yang begitu maju dan sangat hidup. Pusat-pusat kebudayaan atau kesenian itu juga dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang cukup lengkap dan memadai. Setidaknya beliau melihat bahwa setiap gedung pusat kebudayaan atau kesenian itu dilengkapi dengan tempat pertunjukan, ruang galeri, teater terbuka, ruang workshop, ruang kantor, perpustakaan, dan sebagainya yang semuanya dibangun secara integrative. Hal inilah yang kemudian menumbuhkan gagasannya untuk ikut mendirikan pusat kebudayaan di Indonesia.

Pada tahun 1978 keluarlah SK Mendikbud RI dengan nomor 0276/0/1978. SK ini mendasari berdirinya Taman Budaya di beberapa propinsi di Indonesia, termasuk Yogyakarta. Taman Budaya Yogyakarta inilah yang kemudian memikul tanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Kebudayaan serta mempunyai tugas untuk melaksanakan pengembangan kebudayaan daerah propinsi.

Taman Budaya Yogyakarta yang menempati dan mengelola Gedung Purna Budaya yang merupakan Kompleks Pusat Pengembangan Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Peresmian gedung Taman Budaya Purna Budaya ini diresmikan pada tanggal 11 Maret 1977 oleh Sri Sultan Hamengku Buwana IX yang waktu itu masih menjabat sebagai Wakil Presiden RI. Gedung ini diperuntukkan untuk membina, meneliti, memelihara, dan mengembangkan kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Penambahan nama Purna Budaya itu merupakan prakarsa Sri Sultan Hamengku Buwana IX. Sedangkan ruang-ruang atau bagian-bagian di dalam kompleks gedung itu ada yang dinamakan Bangsal Langembara, Bangsal Panti Wurya, Perpustakaan, Kantor, Taman, dan Areal Parkir di depan dan samping gedung.

Bangsal Panti Wurya lebih diperuntukkan untuk pementasan. Bagian ini dilengkapi dengan panggung dan didukung oleh ruang-ruang untuk penelitian dan pengembangan berupa studio tari, perpustakaan, ruang diskusi, dan administrasi. Sedangkan bangunan Langembara terdiri atas ruang pameran, ruang workshop, dan dilengkapi dengan ruang kantin serta guest house.

Tahun 1991 terbit SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0221/0/1991 menggantikan SK Menteri Nomor 0276/0/1978 tentang organisasi dan tata kerja Taman Budaya yang baru. Kemudian dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang otonomi daerah maka Taman Budaya Yogyakarta bersama seluruh Taman Budaya di Indonesia masuk pada struktur Pemerintah Daerah dan dalam hal ini Taman Budaya Yogyakarta masuk dalam struktur Dinas Kebudayaan dan Pariwisata melalui masa transisi dari tahun 2000-2001. Baru kemudian berdasarkan Perda Nomor 7 Tahun 2002 dan Keputusan Guybernur DIY Nomor: 161 Tahun 2002 tanggal 4 Nopember, Taman Budaya Yogyakarta secara resmi menjadi UPT Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi DIY dengan memiliki fungsi pelaksanaan operasional sebagian kewenangan Dinas dalam hal pengembangan/pengelolaan, pusat dokumentasi, etalase, dan informasi seni budaya dan pariwisata.

Tahun 1995 Rektor UGM melalui Mendikbud RI dengan surat Nomor UGM/422/PL/IV tanggal 23 Januari 1995 menerima Gedung Taman Budaya Purna Budaya di kompleks Bulaksumur untuk kegiatan kemahasiswaan, maka berdasarkan kesepakatan bersama antara Sri Sultan Hamengku Buwono X, BAPPEDA Propinsi DIY, DPRD propinsi DIY, Walikota Yogyakarta dan Dirjen Kebudayaan pada tahun anggaran 1999/2000 telah dibangun Gedung Kesenian di kawasan cagar budaya Benteng Vredeburg yang ditetapkan berdasarkan implementasi Piagam Perjanjian antara Sri Sultan Hamengku Buwana IX dengan Mendikbud RI tanggal 9 Agustus 1980.

Gedung Taman Budaya Purna Budaya akhirnya diserahkan oleh Pemerintah Daerah propinsi DIY kepada UGM dengan Berita Acara Penyerahan Nomor 011/237 tanggal 19 April 2005, dan sejak itu seluruh aktivitas Taman Budaya berada di kompleks Gedung Kesenian Sositet. Pada perkembangannya bekas Taman Budaya Purna Budaya itu berubah nama menjadi Pusat Kebudayaa UGM Koesnadi Hardjasumantri.

Berikut tampilan dua buah gedung yang cukup berjasa dalam pengembangan berbagai kegiatan terutama yang bersangkutan dengan kesenian/kebudayaan. Tampilan ini hasil bidikan Tembi pada 17 April 2008. Silakan menikmati.

Tulisan di atas berdasarkan sumber: Buletin Biennale Yogyakarta IX-2007, Neo Nation, terbitan Taman Budaya Yogyakarta, halaman 08.

foto dan teks: Sartono