Minggu, 17 Juli 2011

Djogdja Tempo Doeloe

SISI DALAM PABRIK GULA KEDATON PLERET TAHUN 1940-AN

SISI DALAM PABRIK GULA KEDATON PLERET TAHUN 1940-ANPada masanya ada belasan pabrik gula yang tumbuh dan berkembang di seluruh propinsi Yogyakarta. Salah satunya adalah Pabrik Gula Kedaton Pleret yang (kebetulan) keletakannya hanya berjarak sekitar 4 kilometer di sisi timur Kompleks Tembi Rumah Budaya, Bantul. Sayangnya, pabrik gula Kedaton Pleret ini pada saat sekarang sudah tidak bisa lagi dilihat bekas-bekasnya. Pabrik gula ini dibumihanguskan pada tahun 1949, yakni pada peristiwa Agresi Militer Belanda yang ke-2 (Clash II).

Berikut ini disajikan foto tentang aktivitas atau keadaan ”sisi dalam” dari pabrik gula tersebut. Dalam foto ini tersaji gambar beberapa tukang yang bertugas mengoperasikan mesin penggiling tebu untuk diperas airnya dan kemudian diolah menjadi ekstrak dalam bentuk butiran yang dikenal dengan nama gula pasir. Kecuali beberapa tukang dalam foto ini juga kelihatan beberapa pekerja dengan jabatan di atas tukang, yakni mandor (pengawas). Pengawas-pengawas itu pada zaman itu umumnya terdiri dari orang-orang Belanda sendiri atau timur asing (umumnya orang Cina).

Dengan melihat pemposisian demikian kelihatan bahwa tampaknya orang-orang Belanda memang membuat ”kasta” atau pengkelasan di dalam masyarakat negeri jajahannya (dan di negaranya sendiri). Pengkelasan yang demikian mengakibatkan bangsa pribumi terus-menerus diperlakukan sebagai bangsa rendahan. Bangsa yang terus dijajah, dipecundangi, diperdayakan, diperas, dan dimanfaatkan (hingga kini-dalam bentuk dan trik yang lain).

Pemandangan seperti dalam foto ini mungkin masih bisa dinikmati di Jogja jika kita pergi ke pabrik gula yang ada di Jogja yang hanya tinggal satu-satunya, yakni Pabrik Gula Madukismo (Madubaru) dengan alamat di Padokan, Tamantirto, Kasihan, Bantul.

a.sartono

sumber: M.P. van Bruggen, R.S. Wassing, dkk., 1998, Djokdja en Solo, Nederland: Asia Major.