Minggu, 17 Juli 2011

Djogdja Tempo Doeloe - KERUMUNAN ORANG PADA PERESMIAN JEMBATAN SUNGAI SERANG, KULON PROGO TAHUN 1925

Sarana perhubungan demikian penting. Itu sebabnya mengapa Belanda demikian getol membangun prasarana fisik semacam jembatan. Entah itu diperuntukkan bagi jalan kereta api maupun angkutan darat lain semacam mobil, truk, gerobak, pedati, dan sebagainya. Padahal saat itu (sekitar tahun 1925) keberadaan kendaraan bermesin di Indonesia, bahkan di Jawa dapat dikatakan masih sedikit jumlahnya. Demikian, bangsa bule itu memang telah berpikir 50 sampai ratusan tahun ke depan, sementara bangsa kita masih berkutat soal bagaimana mengisi perut biar kenyang.

Salah satu jembatan yang dibangun Belanda adalah jembatan yang melintas di atas Kali Serang, Kulon Progo. Tepatnya di daerah Bendungan. Semula untuk melintasi sungai ini orang harus menceburkan diri ke dalamnya. Demikian juga dengan kendaraan. Jadi mesti rela berbasah ria. Minimal kaki harus basah. Itu pun jika musim kemarau. Jika musim hujan tiba, orang wajib waspada pada bahaya banjir.

Berikut ini disajikan sebuah peristiwa diresmikannya jembatan Sungai Serang oleh pemerintah Belanda bersama pihak Keraton Paku Alaman dan Kasultanan Yogyakarta. Peristiwa ini pada masa itu demikian penting sehingga banyak dihadiri para pejabat Yogyakarta, Belanda, lokal, dan masyarakat setempat. Jembatan ini pada masanya dianggap sebagai sebuah karya pembangunan prasarana fisik yang demikian megah dan mewah. Lihatn saja kerumunan orang di bawah jembatan dan di atas jembatan yang menunjukkan betapa pentingnya peristiwa tersebut.

Kita boleh belajar pada bangas londo tentang pembangunan prasarana fisik terutama yang menyangkut bangunan yang berhubungan dengan air. Mereka memang dapat dikatakan sangat berpengalaman soal itu. Mereka juga cukup disiplin dan jujur untuk pelaksanaan proyek-proyek fisik itu. Kini banyak bangunan hasil karya mereka masih utuh berdiri. Tidak hanya jembatan, namun juga rumah atau gedung-gedung kuno. Padahal saat itu semen belum digunakan. Konstruksi tulangan besi belum digunakan. Toh bangunan mereka awet, kokoh, dan megah juga. Semua berawal dari kesungguh-sungguhan, disiplin, dan tidak main-main soal ukuran, volume, campuran bahan materialnya.

a. sartono
sumber : Gegevens over Djokdjakarta 1925 A, Pengantar oleh L.F. Dingemans, Resident van Djokdjakarta.