Minggu, 17 Juli 2011

Djogdja Tempo Doeloe - GEROBAK PENGANGKUT TEBU DI MASA LALU

Biasanya pada bulan Mei-Agustus merupakan bulan panen tebu di Indonesia. Panen in tentu saja merupakan hal yang diharapkan oleh petani tebu maupun pabrik-pabrik gula. Pada masanya tebu-tebu tersebut diangkut dengan gerobak-gerobak yang ditarik oleh sapi maupun kerbau. Tidak aneh jika pada masa lampau sering terlihat iring-iringan gerobak sapi yang membawa hasil bumi sama halnya dengan tebu. Pemandangan semacam ini pada dapat disaksikan di jalan-jalan yang melintasi desa-desa di Jawa termasuk Yogyakarta. Iring-iringan gerobak yang berjalan perlahan dengan irama genta sapi sepertinya memberikan nuansa kedamaian dan ketenteraman.

Tentu saja karena tingkat kecepatan daya angkutnya tidak seperti kendaraan bermesin, hasil-hasil bumi yang diangkut dengan gerobak sapi lebih lama sampainya di tempat tujuan. Seiring dengan majunya teknologi termasuk teknologi mesin membuat gerobak tersisih. Jalan-jalan berupa rel kereta tebu dibuat menembus ke berbagai sudut dusun dan areal persawahan/perkebunan. Tebu pun bisa diangkut dengan jarak tempuh yang lebih singkat. Proses pembuatan gula bisa menjadi lebih cepat dengan tingkat produktivitas yang lebih tinggi.

Gerobak sebagai alat angkut yang dulunya mudah kita temukan di desa-desa di Jawa (termasuk Yogyakarta) kini semakin menghilang. Lebih-lebih dengan semakin banyaknya kendaraan angkut yang masuk ke negeri kita. Gerobak dengan sapinya mungkin hanya akan menjadi kenangan. Itu pun bagi orang yang pernah melihat atau menyaksikannya. Sedangkan bagi orang yang hanya bisa menyaksikannya lewat foto atau lukisan hanya akan menjadi objek imajinasi yang tidak akan pernah bisa dipahaminya. Gambar yang ditampilkan ini merupakan gambaran suasana panen tebu di sebuah wilayah di Jawa. Di areal perkebunan tebu tersebut terdapat beberapa gerobak dan sapi yang kala itu menjadi sarana transportasi utama bagi tebu yang telah dipanen.

Kemajuan telah membawa banyak kenikmatan bagi hidup manusia. Akan tetapi kemajuan juga sering membawa dampak sertaan yang merugikan yang sering disadari manusia ketika semuanya sudah terlambat.

sartono
sumber: K.T. Satake, 1935, Camera-Beelden van Sumatra, Java & Bali, Middlesbrough: Hood & Co. Ltd.