Minggu, 17 Juli 2011

Djogdja Tempo Doeloe - PENYIMPANAN PADI DI TAHUN 1930-AN

Padi tidak bisa dipisahkan lagi dari bangsa Jawa, bangsa Indonesia, dan sebagian besar bangsa Asia. Padi merupakan makanan pokok bagi penduduk di wilayah-wilayah tersebut. Pengelolaan tanaman padi di Jawa sudah merupakan hal yang dianggap sebagai kelumrahan belaka. Akan tetapi orang tidak sadar bahwa seiring perkembangan zaman pengelolaan tanaman ini mengalami berbagai perubahan. Jawa yang dulu terkenal sebagai penghasil padi dengan berbagai varietas lokalnya oleh karena system penanaman padi monoluktur mengakibatkan varietas lokalnya hilang. Bangsa lainlah yang kemudian ngopeni. Ada ribuan varietas tanaman padi di Jawa masa lalu. Kini kita hanya mengenal beberapa saja. Itu akibat kesadaran baru (yang terlanjur terlambat) terhadap pemuliaan jenis-jenis tanaman lokal.

Panen padi merupakan saat yang membahagiakan bagi petani. Dulu dalam memanen padi tangkai-tangkai padi dipotong satu per satu dengan ani-ani. Kini panen padi dilakukan dengan tebasan sabit. Lebih cepat. Lebih efisien. Memang demikian. Akan tetapi kita mungkin lupa atau tidak mengerti bahwa pemanenan padi satu demi satu tangkai sebenarnya merupakan bentuk penghargaan terhadap karya yang dilakukan oleh petani. Bentuk rasa sayang dan cinta pada buah-buah karya yang diberkati Sang Khalik. Sebab tanpa berkat Sang Khalik kesuburan dan panenan tidak akan terjadi. Selain itu hal demikian juga merupakan bentuk kesadaran akan sebuah proses. Semua butuh waktu. Semua ada saatnya.

Panen padi di zaman sekarang umumnya langsung dirontokkan bulir-bulirnya di tengah sawah dengan cara digepyokkan/dibantingkan pada alat yang terbuat dari susunan papan. Aada juga yang dierek (dirontokkan dengan mesin dan silinder berpaku). Usai itu gabah yang rontok dan telah tertampung dalam lembaran plastik atau terpal langsung diusung ke tanah terbuka atau pinggir jalan untuk dijemur.

Hal demikian berbeda dengan zaman dulu. Pada masa lalu padi yang telah dipotong dari tangkainya umumnya lalu diikat menjadi satu. Besarnya diameter ikatan umumnya segenggaman tangan orang dewasa. Ikatan-ikatan padi ini kemudian diusung dan dijemur di atas kepang atau tikar. Jika sudah kering lantas disusun bertumpuk sehingga membentuk gundukan-gundukan seperti gunung kecil. Tumpukan padi demikian ini umumnya disimpan di dalam tempat yang dinamakan lumbung. Ada pula yang disimpan dalam ruang-ruang terbuka namun beratap rapat. Jika akan dijadikan padi orang tinggal mengambil ikatan-ikatan itu, mengilesnya (merontokkan dengan diinjak-injak dengan gerakan setengah memutar).

Gambar di samping menunjukkan bagaimana wujud tumpukan padi di masa lalu yang di zaman sekarang sudah sangat sulit ditemukan lagi. Penyimpanan padi yang dilakukan di zaman sekarang hampir selalu dalam bentuk gabah kering yang telah dirontokkan dari tangkainya. Lebih praktis, efisien, tidak menyita ruang, lebih gampang dalam pemrosesan menjadi beras. Begitulah. Setiap zaman atau waktu membawa perubahan-perubahannya sendiri.

a. sartono k.
Sumber: K.T. Satake, 1935, Camera-Beelden van Sumatra, Java, & Bali, Middlesbrough: Hood & Co. Ltd.