Minggu, 17 Juli 2011

Djogdja Tempo Doeloe - PIJAT ALA JAWA DI JOGJA TEMPO DOELOE

Teknik pemijatan untuk melemaskan, menetralkan, dan menyembuhkan berbagai keluhan yang bersangkutan dengan otot atau urat telah dikenal manusia sejak entah kapan. Pada berbagai masyarakat di berbagai belahan dunia hal itu bahkan dikenal sejak jauh sebelum tahun Masehi. Kita bisa melihat hal itu pada berbagai kebudayaan masyarakat kuno seperti Mesir, Yunani, Romawi, Cina, Jepang, India, Mesopotamia, dan sebagainya.

Di Jawa pun kita mengenal apa yang disebut teknik pemijatan. Masyarakat Jawa tidak asing lagi dengan sebutan atau istilah didadah atau didadahke. Kedua istilah ini mengacu pada pengertian pemijatan untuk bayi atau kanak-kanak. Bahkan pada masa lalu orang Jawa secara berkala mendatangi dukun pijat untuk memijatkan anak atau bayinya. Hal itu dilakukan untuk membuat otot-otot bayi menjadi rileks atau lemas. Dengan demikian, kesehatan dan pertumbuhan bayi atau kanak-kanak tersbeut menjadi lebih baik.

Dukun bayi yang ahli dalam soal pijat-memijat bayi umumnya juga cukup ahli untuk memijat orang dewasa. Di samping menguasai teknik memijat umumnya dukun-dukun bayi di Jawa juga mempunyai pengetahuan lain misalnya pengetahuan meramu jamu atau obat. Pengetahuan tentang berbagai mantra yang difungsikan untuk kesehatan atau penyembuhan, pengusiran sawan atau makhluk halus yang suka mengganggu bayi atau kanak-kanak.

Pemijatan umumnya memang ditujukan untuk penyembuhan. Minimal memberi efek lega atau rileks bagi yang dipijat. Tidak mengherankan jika di berbagai desa di Jawa maupun di tempat lain banyak orang yang memberikan atau menawarkan jasa pemijatan. Kecuali itu banyak pula orang yang membutuhkan pelayanan jasa pijat untuk kesehatannya.

Pemijatan untuk penyembuhan ataupun sekadar untuk santai-santai melepas lelah juga banyak disukai di berbagai belahan dunia termasuk di Jawa. Pada masa lalu orang sering mengundang tukang pijat untuk ke rumah untuk berbagai keperluan yang menyangkut berbagai keluhan pada otot-ototnya.

Pijat dan petan ‘mencari kutu’ bagi masyarakat Jawa merupakan dua kegiatan yang banyak disukai. Bagi ibu-ibu atau kaum perempuan yang tidak lagi punya pekerjaan, acara pijat dan mencari kutu merupakan acara yang sangat menyenangkan. Di samping mereka bisa melakukan relaksasi, mereka juga dapat ngerumpi, ngobrol tentang berbagai hal.

Berikut ini ditampilkan suasana pijat yang dilakukan wanita Jawa (Jogja). Tampak bahwa wanita yang dipijat menikmati pemijatan yang dilakukan oleh seorang ibu pemijat di belakangnya. Pakaian yang dikenakan keduanya menunjukkan ketradisionalan pakaian wanita Jawa di masa lalu.

Sumber: Europese Bibliotheek, 1970, De Javaansche Vorstenlanden in Oude Ansichten,