Minggu, 17 Juli 2011

TAMANSARI 1935 DAN TAMANSARI NOVEMBER 2007

Tamansari yang terletak di sisi barat Keraton Yogyakarta merupakan objek peninggalan sejarah yang sampai sekarang masih dapat dikenali dengan baik. Objek ini juga telah menjadi salah satu objek andalan untuk kunjungan pariwisata di Yogyakarta.

Tamansari yang dibangunpada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwana I (1755-1792) dan dilanjutkan oleh Sultan Hamengku Buwana II (1792-1810) ini memiliki banyak bagian yang dapat dikatakan sebagai unik. Keseluruhan bangunan dibuat dengan batu bata. Lengkung, pilar, dan ring hampir semuanya dibuat dengan sistem susunan rollaag.

Menurut beberapa sumber tamansari dibangun oleh Demang Tegis. Demang Tegis ini dalam sumber tersebut dinyatakan sebagai orang dari Portugis yang terdampar di Pantai Mancingan (Parangtritis, Bantul). Orang yang tidak mampu berbahasa Jawa ini dipandang sebagai orang aneh oelh masyarakat setempat waktu itu sehingga diserahkan ke Keraton Yogyakarta. Oleh Sultan Hamengku Buwana I kemudian ia diserahi tugas untuk merancang pembangunan Tamanasari.

Versi yang lain menyebutkan bahwa arsitek Tamanasari ini adalah Raden Rangga Prawirosentiko (Bupati Madiun) yang waktu itu menjadi vassal Yogyakarta. Pembangunan Tamansari itu sendiri ditandai dengan sengkalan yang berbunyi catur naga rasa tunggal (1684). Ketika selesai dibangun pun hal itu ditandai dengan sengkalan yang berbunyi lajering kembang sinesep peksi (1691).

Beriktu ini disajikan foto-foto Tamansari dari buku Camera-Beelden van Sumatra, Java, Bali karya KT. Satake yang dipbulikasikan di Surabaya pada tahun 1935 serta dibuat dan dicetak di Middlesbrough, Inggris oleh Hood & Co Ltd. dan foto-foto Tamansari hasil jepretan Tembi bulan November 2007.

Sartono